Senin, 17 September 2018

AKAD



Dua puluh tiga juni duaribu delapan belas, pukul empat belas lewat sedikit di Kampung tanjung nomor empat delapan. Suara “SAH..” mengerubungi telinga saya. Seperti koor suara nyanyian vlad yang menegangkan lalu membubung bahagia.  Ini adalah sesi terakhir dari perjalanan taaruf saya bersama laki-laki bernama SURYA PURNAMA. Barusan dia memasangkan cincin ke jemari saya. Bukan jari manis kiri, tapi kanan. Saya sudah dihalalkannya.
Ini bukan proses mudah, beberapa kendala harus membuat jantung hamba deg degan. Jangan sigi kisah kami sebelum duduk berdua dihadapan KUA. Shamba ceritakan setengah jam sebelum kata SAH saksi pernikahan merontokkan ketegangan kami.
Bapak hamba, entah apa yang membuatnya begitu terbata-bata. Angku kadi sampai manggaritih karena kepolosannya meniru kesalahan. Hamba berpicing-picing ria. Menuntut kepada Tuhan semoga ini dimudahkan. Dalam uji coba ijab-kabul, ijabnya nggak bener-bener. Sampai pak KUA memasrahkan diri kemudian meminta untuk melangsungkan saja ijab-kabul sesungguhnya.
Dug... dug...... dug......
Lalu telapak tangan Apa bersentuhan dengan telapak tangan abang (beberapa saat lagi manggil UDA). “hai surya purnama, (iya pak) aku nikahkan anakku Novi Yenti dengan engkau dengan mahar seperangkat alat sholat, tunai.” Langsung disambar “saya terima menikahi anak kandung bapak dengan mahar tersebut tunai.” SAAAH...
“alhamdulillahirabbilalamin..... (Pak KUA melantunkan doa)
Syukur Apa tak mengulangi kesalahan pengucapan ijab. Rasanya apa?
Rasanya lega, sekarang ada suami. Eh ada suami?? Seringan itu saja hamba sudah punya labuhan doa. Semudah itu saja hamba memiliki laki-laki selain Bapak hamba yang harus dijaga kehormatannya. Semudah itu hamba sudah membuat rumpun baru. فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ...

Terima kasih Tuhan.
**B**

Buat semua wanita yang belum menikah, silahkan saja berharap pernikahannya mau seperti apa. Silahkan saja mendekor angan-angan sedemikian rupa. Wajar dan harus malahan. Kita musti punya mimpi supaya yang dikerjakan tertuju ke satu point.
Tapi..
Jangan berharap semua akan sempurna. Jangan.
Hamba sempet cerita sebelumnya bahwa kita Cuma bisa usaha, penentunya Tuhan. Dan Tuhan akan selalu campur tangan.
Oke, ini tentang perhelatan hamba.
Baralek, atau resepsi pernikahan yang hamba rencanakan hanya satu hari. Harus di perpanjang menjadi tiga hari. Alasannya? Segan dengan masyarakat lain aleknya Cuma sehari . ini alasan paling nybelein dan sulit dibantah. Sabda orangtua selalu paling benar. Padahal hamba sudah merunut kemampuan dan kesanggupan untuk ritual pamer-pamer ini.
Alek tiga hari juga harus dilakukan di rumah yang renovasinya keluar dari rancangan yang sudah hamba desainkan. Harapan mempertahankan rumah lama Amak pupus setelah langkan depan dibuang. #hanyaTuhanyangtahusedihnyahamba
Next, rencana resepsi sehari yang diaminkan menjadi tiga hari juga berdampak pada jumlah undangan yang sudah hamba siapkan. Jadi, maafkan hamba jika akhirnya hamba seolah menjadi tokoh sombong. Serius, nggak niat kayak gitu.
Mulai pukul 07.00 WIB, hamba sudah bersitungkin menyiapkan lokasi akad nikah. Kecuali nyiapin kasur dan rekan-rekannya. Hamba mulai nyiapin muka yang mau dibedakin. Jam 9 an, uni-uni tukang mik ap datang dengan koper besanya dia.
Kesian si uni mik ap.
Uni mik ap langsung ambil posisi. Molesin wajah hamba yang tidak terlalu halus permukaannya. Uni mik apnya temen satu organisasi yang juga junior calon laki. Beliau juga temen curhat selain konco palonco.
Tiga jam kemudian hamba sudah ancak dan siap dinikahi.  Lalu  si abang datang dengan kemeja poutihnya. Duh, kok deg degan nya sekarang ya?. hamba mau sembunyi biar nanti pas ketemu di depan KUA si calon laki panngling gituu.. etapi sepertinya itu hanyalah harapan belaka.
Dan tiba-tiba langit yang tadinya diam meringkik-ringkik. Angin seolah ingin mempelintir pucuk-pucuk kelapa. Lalu seperti yang sudah diprediksi, hujan turun dengan curah tinggi. Apalah daya  pelaminan yang onderdilnya sudah pada tua. Air hujan tetap membuat karpet dan kawan-kawannya basah. Pak KUA yang sedari tadi hamba nyinyirin berbalik ngomelin gara-gara beliau sudah basah-basah (dan lokasi akad juga basah).  Hamba lihat semua yang datang untuk tengok nikahan hamba tengah diuji kesabarannya, keikhlasannya dan setia kawannya.
Hamba bahagia dalam penderitaan mereka. Hahaha. Hamba merasa benar-benar memiliki keluarga besar. Hamba merasa ‘masih ada’ diantara mereka.
Keluarga calon laki juga mengalami nasib yang sama. Bedanya, mereka punya space khusus biar tidak basah-basah.
Jujur, hamba merasa berdosa. Apakah ini semua imbas dari sikap tidak mau patuh hamba selama ini? Betapa kata-kata itu memang menjelma jadi do’a.
Hamba adalah anyangers aktif. Nggak ada weekend tanpa anyang. Did you know anyang? Itu loh, jambua ir + nenas + bengkoang + kuah kacang pake cabe kutu super banyak? Rujak . bukan.. anyang!! Yang kalo kamu makan anyang deket rumah hamba bersama para padusi perawan lainnya akan dikata-katain “we alah, ujan labek baralek kawu bekoooooo” lah kalau makan rujak mah biasa.
Rujak dapat ditemukan di Taplau atau di abang tukang buah. Sedangkan anyang dapat kamu produksi dengan menjarah parak urang!. #iklan

Kali karena sering dijampi jampi dengan kata diatas maka fenomena menyebalkan ini harus ada. Setelah menikah, saya belum sempat memanggil laki dengan panggilan yang mesra dan benar “uda...” masih agak geli-geli risih mengeja tiga fonem tersebut.
Kami, hamba, Pak Surya dan antek-antek hamba (baca: anak daro pengiring) di gotong menuju Balai-baru.
Babako, rundown acara selanjutnya yang harus dituntaskan.
Babako adalah acara arak-arak yang diselenggarakan pihak bako (kali ini bako hamba) , keluarga ayah, untuk anak pisang , hamba. Arak-arakan dengan iringan kasidah  ini bisa menggunakan kuda, mobil,  odong-odong, dan berjalan kaki. Lumrahnya sih berkuda atau jalan kaki. Dan hamba berjalan kaki.
Dulu, sebelum harus menjadi tokoh utama dalam arak-arakan bako. Hamba tidak suka dengan ritual ini. Rasanya ribet, buang waktu dan malu.
Tapi setelah diwajibkan menjadi aktor utamanya, hamba tahu, bahwa prosesi ini adalah wujud kebanggaan keluarga dari pihak ayah untuk kita. Penghargaan dari mereka bahwa kita sudah menyelesaikan masa lajang dengan baik dan mendapatkan restu untuk membuat “rumpun” baru.
Dalam arak-arakan akan terselip rasa, mereka menyayangimu.
**B**

Kali ini hamba haru menghiba-hiba, meminta izin Tuhan agar mau berbaik hati menghilangkan hujan. Kasian adik-adik yang akan mengiringi arakan. Perjuangan mereka sudah luar biasa. Mereka sudah bersedia duduk di bagasi (gara-gara ga muat). Jangan sampai harus sakit karena hujan.
Empat orang adik hamba, enong, Laila, Satria dan Iklas adalah tim yang tidak terpilih.  Mereka harus jadi dayang dayang hamba selama di arak. Meskipun mereka bahagia dibedakin dan pakai baju anak daro. Hamba yakin, setelah melihat album pernikahan nanti, mereka akan mengutuki diri sendiri, nyzl, kzl. Sisanya dititahkan untuk bersiap di beberapa titik. Dio, Ica dan Eci mereka harus bagi tanggung jawab supaya acara berjalan lancar.
Dio di bagian humas, transportasi, keamanan dan perlengkapan
Eci di bagian konsumsi, acara dan sesekali perlengkapan
Kemudian ica harus mengurusi cabang pusat (rumah uwak) gegara seluruh kami sudah sibuk di rumah Ama.

Hujan masih tetap keras kepala. Walaupun curahnya sudah ringan rintikan air masih saja membuat galau.
Kemudian hamba berpikir keras, bagaimana cara berarak  yang lokasi Startnya banjir semata kaki. “kira-kira sepatu hamba kuat nggak ya?” “nanti gatal-gatal gimana” “kalau tajilapak gimana” “badak hilang gimana?” dan masih banyak gimana lainnya.
Walhasil dengan lobi semampunya dan Izin Tuhan, lokasi arakan dimajukan sedikit artinya jarak tempuh makin deketh..
Yes!
**B**
“malam-malam baiko yo mamak
Malam malam bainai yo sayang”
Ini merupakan kode dari tim kasidah bahwa kami sudah sampai di klimaks acara.
Makaaaaan... hamba sudah lapar dari tadi
Eh tapi hamba harus mengikuti satu ritual lagi. Dan ini wajib. Ini menyenangkan...
Sesi poto-poto..

Eh, kok agak grogi gitu deket-deket abang sur yaah??


*bauleh

Rabu, 26 Juli 2017

Selamat Memasuki Usia Menikah, Tuan SP..

Assalamualaikum, junjungan..

Sekarang 26 Juli. Selamat bertambah umur. Ya, setidaknya itulah yang harus hamba ucapkan hari ini.

Untuk junjungan yang sesekali ganteng (mohon jangan getok kepala hamba setelah membaca kalimat ini). Hamba punya banyak rasa hormat utk junjungan. Sayangnya itu hanya utk hamba pribadi.
Hamba takut, jika ikut serta diceritakan disini, junjungan bakal angkat krah baju.

Katanya pluto itu jauh. Ya nggak apa2, asalkn junjungan dekat dengan hamba.
Eh sekarang kita ldran ya? Hamba sempat takut tingkat dewa ulah pindahnya junjungan ke kawasan yg mesti lewat bebrapa nagari dulu baru nyampe.
hamba mencoba menenangkan diri dengan berbagi dengan kalene mungil sohib hamba dari jaman bahula.
Bukannya hamba dapat support. Beliau malah bilang "lebay banget sih lu, pake duit dua puluh lima rebu lu juga udh bisa ktmu dia, kali"

Ah sudahlah, manusia itu lebih paham arti jarak dr pada hamba (sepertinya).

Kepada junjungan yang sesekali bikin kangen. Semoga semua harapan tahun ini dikabulkan Allah.

Hamba tahu, ada banyak hal yang membuat jalan junjungan 'ngerem' lambat. Tapi junjungan pandai memainkan gas. Ya, junjungan tahu bagaimana agar tidak jatuh kendati jalannya licin.

Ah, junjungan. Hamba (selalu) gagal romantis. Niatnya mengirimkan pesan jam 3 malah jadi jam 11 gara2 kuota hamba habis..

Dan sekarang, niat hamba membuatkan puisi cantik utk junjungan berakhir dengan larik2 semacam ini.

Tak penting lah itu kan..

Yang pasti, terima kasih sudah hadir dan ada...

Salam

Dari padusi penjual kain
16/11/13

wassalamu alaikum..

Senin, 24 Juli 2017

Mohon Pahami, Tak Selamanya Cabuik-cabuik Berhadiah Tamiya

Terkadang menjadi pembangkang itu dibutuhkan. Yah, setidaknya guna menyelamatkan mentalmu dari keterpurukan. Sesekali kita butuh membangkang untuk tidak lekas mati karena jantungan.

Saya tidak sedang mengajak rekan sekalian berperilaku jahat. Saya pikir rekan sekalian adalah orang baik yang perlu dilestarikan. Bukankah setiap orang itu baik?  Jika tidak baik secara fisik, maka dia akan baik secara mental. Dan sebaliknya.

Membangkang yang saya maksud saat ini adalah mempertahankan kekuatan nurani dalam hati kita masing2 saat situasinya benar2 melahap iman.

Anggap saja suatu ketika dimasa yang nun jauh disana...

Eh, kok saya jadi ngedongeng..

Jadi suatu ketika kita harus berhadapan dengan kondisi yg mmbuat kita rentan. Seperti perselisihan dalam suatu hubungan misalnya. Saat kekasih menginginkan cincin akik ternyata kamu cuma bisa mmbelikan cincin kawin #lah malah lebih bagus.
Atau saat kamu bermain tebak angka berhadiah Tamiya. Ternyata angka yang kamu tebak meleset satu angka dari angka sebenarnya.
Atau saat kamu menemukan es krim corneto dlm kondisi meleleh.

Disinilah pembangkangan dimulai. Perlawanan antara hati dan pikiran membuat pikiran harus menaklukan hati. Terjadilah ketimpangan. Efeknya, badan akan menerima kondisi yang ada namun tidak dengan "pelangi dimata" ybs.

Yap, GAIRAH itu hilang. Lenyap bagai tersedot lubang cacing.

Dari sana bisa dipastikan Empati akan berkurang. Penerimaan akan dilakukan "sebisanya", seikhlasnya dan "semampunya".

Saya rasa membangkang seperti yang disebutkan di atas dapat berfungsi untuk beberapa hal. Salah satunya adalah kita dapat berdamai dengan hati bahwa memang sailor moon nggak bisa makai daster dan katty perry ga bisa nyanyi minang.

Jadi intinya, saya menulis ini supaya kita semua paham. Bahwa sesekali pembangkangan itu berdampak baik serta dapat digunakan sebagai pertimbangan bersikap. Setidaknya untuk kekuatan bertahan pada sesuatu yg tidak membuat nyaman.







Kamu adalah pemilik kepalamu, maka kamulah pengelolanya.

Sabtu, 01 Juli 2017

Kita Harus Menikah, Apapun Tantangannya…


‘menikah’ suatu waktu, kata ini menjadi lebih indah dibanding kata ‘cinta’ dan sedikit bergandengan dengan kata ‘surga’ jika kau tahu rasanya.
Menikah, bagi aku khususnya, adalah suatu tahap tertinggi dalam hubungan dua anak adam non muhrim. Tujuannya sama denga pernikahan lainnya. Ingin menjalankan sunah dan membentuk surga kecil baru. Ah, membayangkannya saja sudah terasa indah.
Seperti perempuan kebanyakan, akupun memiliki tambatan hati. Hubungan kami direalisasikan dalam bentuk pacaran. Usia pacaran kami baru menginjak tahun ke empat.
Gaya pacaran ala mahasiswa, ala pencaker, LDR gegara salah satunya mesti merantau , sampe ala-ala wanita karir sudah aku jalani dengannya. Hubungan kami yang datar tanpa banyak keributan sesekali membuat jenuh. Kalaupun ribut, paling lama tiga hari kami sudah kompakan lagi.
Aku sudah mengenal orang tuanya. Pun dia, sudah kuperkenalkan pada keluargaku. Sampai awal 2017 (yang harusnya jadi awal tahun membahagiakan buat kami),  kami benar-benar menghadapi masalah yang nyaris membuat aku dan dia benar-benar mengevaluasi hubungan kami.
Seperti postingan sebelumnya, keinginan sendiri yang membuatku memilih untuk berdiam diri dan memintanya untuk membiarkan aku begitu saja. Aku tak ingin ada kata putus diantara kami, karena aku tahu aku hanya sedikit ingin mengendalikan emosiku saja.
Sungguh saat itu yang aku rasakan hanya keinginanku untuk ‘bebas’.
Tapi yang kuhadapi bukan laki-laki yang dengan mudah mengabulkan keinginan tidak masuk akalku itu. Semakin aku menginginkan lepas, Dia malah semakin mendesakku untuk meningkatkan level hubungan kami.
Dalam kondisi hubungan yang renggang, dia menemui orang tuaku dan menyampaikan keinginannya untuk menikahiku.
Harapanku untuk momen lamaran yang romantis dan penuh bunga pupus sudah. Dengan dahi yang masih mengkerut, dia meminta persetujuanku didepan orang tuaku. Momen diluar garis yang membuat imajinasiku tentang DILAMAR, sirna.
Tak bisa kupungkiri bahwa merah jambu benar-benar menghias pipiku kala itu. Untung saja lampu rumah sedikit temaram, dan aku berada cukup jauh dari dia. Jadi aku tak perlu takut dia tahu bahwa kali ini aku benar-benar tersipu.
Hatiku melambung keluar berlompat-lompatan girang tak karuan. Tapi gengsi memakan senyumku.
Aku mencintai dia, namun aku tak jujur jika aku juga tak menginginkan sendiri. Sebentar saja, sejenak, supaya aku lebih bisa menata hatiku dan mempertimbangkan jalan aku dan dia kedepannya.
Kenekatannya membuatku harus membunuh jenuh dan keinginan sendiri tadi. Yah, kali ini komitmen kami memang lebih penting dari gengsi.
Aku mengiyakan ajakannya, menikah dan menua bersama.
Menjelang hari pertemuan keluargaku dan keluarganya, ada banyak hal yang kami hadapi. Sifatku yang tak terperhatikan selama ini malah sekarang jadi masalah diantara kami. pihak kedua, dan omongan dari luar jadi angin sepoi-sepoi yang membuat kami harus benar-benar mengkomunikasikan banyak hal supaya tidak ada pikiran negative yang mengakar.
 Sejauh ini kukatakan, dia adalah orang yang aku butuhkan. Banyak ketidaksamaan diantara kami. banyak sekali. Tapi dia sabar mengajari dan memperkenalkan banyak hal. Sesekali dia bosan dengan aku yang sulit diatur. Tapi tetap dia punya cara tersendiri membuat aku tidak patah arang mencoba menjadi yang dia dan keluarga kecil kami butuhkan. “Jangan takut, aku tidak akan pernah mundur dari rencana kita, kuharap kamu juga begitu,”  ucapnya menyemangatiku.
Dia memang supporter hebat dalam sesi ini. Semangatku menggebu setelah dihadiahi kata-kata demikian. Dia benar, rencana kami adalah komitmen yang benar-benar harus dirampungkan.
Suatu ketika, aku menghadapi badai dalam perjalanan karirku. Tia-tiba SP 2 sudah aku kantongi sebelum SP 1 aku dapatkan. Dengan beberapa alasan yang garing aku harus meraup banyak kata mutiara dari atasan. Tapi bukan itu yang menjadi bahan ketakutanku, rencana pernikahan kami yang tinggal menghitung mundur akankah porak poranda gara-gara ini?
Pasanganku adalah tipe manusia yang mewanti-wanti supaya tidak berhutang untuk hal apapun. selain itu, dia menginginkan aku mandiri untuk tahap resepsi kami.  Dia memintaku supaya bekerja lebih keras lagi agar biaya pernikahan kami tidak membebani orang tua dan maminimalisir hutang nantinya. Lah kalau-kalau aku tetiba dipecat, aku nabung dana nikah dari mana?
Jelas aku panik waktu aku berhadapan dengan masalah dikantor seperti yang kuceritakan di atas. Wajah capeknya dia, wajah sedihnya, langsung berputar-putar dikepalaku. Aku tidak ingin dia kecewa padaku. tapi kalau atasan sudah berkata, aku bisa apa?. Nasib ngenes sudah mengerubungi aku di sana sejak awal.
Belakangan aku ingat pasal dalam kontrak kerja, pihak pertama (kantor) bisa saja mem-PHK tanpa persetujuan pihak kedua kalau pihak kedua lalai dalam melaksanakan tugas dari pihak pertama. Nah, complain pihak pertama terhadap pihak kedua bisa saja dimasukan kedalam point ini.
Duh, Gustiii….
Pertama, yang harus aku lakukan adalah menceritakannya pada pasanganku. Karena ini menyangkut rencana besar kami.
Darinya kutemukan kekuatan kembali. Ya, yang harus kulakukan adalah mengumpulkan uang untuk pernikahan kami. Terserahlah jika banyak yang tak setuju dengan kehadiran aku di sana. Yang kulakukan sekarang adalah bertahan dan memberikan petinggal yang baik.
Kepadanya, pasangan yang sudah menemaniku empat tahun terakhir, kita harus menikah bagaimanapun kondisinya. Aku bertanggungjawab atas karirku dan aku mohon berikan kepercayaan padaku untuk mengurus ini. Aku akan sangat berterimakasih padamu jika kau menemaniku menghadapi ini. Aku yakin, kau pasti mau. Karena kau lelakiku.
Ah iya, aku tahu kau harus menata kembali kepala dan waktu untuk pendidikan lanjutanmu. Jangan takut, aku bersedia jadi tukang ketik dan alarm untuk tugas-tugasmu. Hehe, maafkan aku memaksamu melanjutkan study, menurutku keluargamu akan lebih bahagia jika kamu bisa menaklukan ‘M.H’, sayang..
Sekali lagi… bagaimanapun caranya, kita harus menikah. Kurasa Tuhan benar-benar paham kondisi hati kita. J
Semoga saja niat kami dimudahkan sampai hari kita disahkan,

Dan untuk karirku, aku tahu Tuhan tidak tidur.. J

Fase

Aku berfikir, apa yang membuatku hidup. Semula kuanggap jawabannya adalah karena ada Tuhan dan kedua orang tuaku yang dengan rendah hati menjadi perpanjangan tangan Tuhan. Tapi akhir-akhir ini, kurasa tidak demikian. Yang membuat aku hidup dan tetap hidup adalah Tuhan dan aku. Bukan orang tuaku, kurasa mereka hanya alasan untuk hidup dan (membantu) tetap hidup.
Akulah yang berusaha tetap hidup. Makan dan minum bernafas dan bergerak melakukan segala bentuk kegiatan yang memperlihatkan bahwa aku hidup. Itu karena aku ingin. Jika aku tak ingin, bisa saja aku tak mengangakan mulut dan menolak makanan masuk kedalam lambungku. Atau minum, katanya manusia bisa mati jika tak mendapatkan air selama 4 hari. Jika aku tak ingin hidup, bisa saja aku hentikan kebiasaan minum air. Bernafas apa lagi, keinginan untuk hidup membuat aku tak berniat menutup saluran pernafasan barang dua tiga menit pun. Menghirup udara dan mengisi rongga dada dengan gas alam bernama oksigen rasanya menyenangkan. Benar, hidupku saat ini karena aku yang menginginkannya.
Tuhan selalu ada dalam setiap hal di kehidupan, kecambah kacang hijau mulai mencari cahaya, ada tangan Tuhan didalamnya. Pergerakan organisme paling kecil juga dengan campur Tangan Tuhan. Dan contoh terbesar, semesta tak saling tubruk, juga karena Tuhan selalu mengawasi.
Aku yakin dan percaya sekali pada campur tangan Tuhan.
Sekarang aku berada pada tahap yang paling menarik di usia 24 tahun. Haha, 24 tahun, selama itukah aku sudah bertahan hidup? Tepuk tangan sendiri untuk gigihnya aku bertahan.
Menjadi wanita dan perempuan di usia hampir seperempat abad ini tentu beberapa warna kehidupan sudah kunikmati. Rasa-rasa hidup juga sudah kucicip. Aku masih dengan background lingkungan yang sama dengan tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya.  Aku adalah perempuan tertua dari 8 bersaudara. Ama kembali melahirkan anak laki-laki selang dua tahun dari kelahiranku. Dua tahun kemudian lahir kembali adikku perempuan. Setahun berikutnya adikku bertambah kembali, masih perempuan. Dua tahun selanjutnya, bayi perempuan merengek lagi di rumah kami. hal yang sama berulang hingga tahun 2011.
Kami tinggal menumpang di rumah Nenek, dikampungku lebih trend dengan sebutan Amak. Gubuk kami masih belum bisa ditempati. Beberapa bagiannya masih belum selseai. Masih berwujud  bangunan setengah jadi yang mulai horror dari hitungan senja.
Rumah amak berbahan dasar kayu. Rumah bertingkat dua ini lantai bawahnya ditempati ternak kami dan lantai dua ditempati manusia sebagai penghuni asli. Rumah lama, begitu kebanyakan orang menyebutnya. Lantai rumah masih papan yang sudah tidak utuh lagi. Kondisi lantai sudah lapuk. Beberapa kali adikku menjebol lantai dengan kakinya. Akibatnya, dia harus luka-luka karena berdiri di tatanan lantai yang sudah benar-benar lapuk.
Di rumah kami tidak ada gelas kaca. Bukan kami tidak sanggup membeli satu lusin gelas kaca seharga 10 ribu rupiah. Tapi lebih karena tiap kali gelas kaca yang kami punya selalu berusia tak lebih seminggu. Pasalnya, rak-rak piring yang biasanya kami jadikan tempat pengering perabotan dapur setelah dibersihkan, berada di posisi yang sudah tidak aman lagi. Bayangkan saja, saat kau berjalan dari pintu utama gubukku, pintu paling belakang akan ikut berdecit. Saat kau menginjak lantai tengah, gelas di rak-rak piring akan berdenting, bertubrukan satu sama lain, membuat kondisinya tidak aman lagi dipakai.
Badai tahun 2016 lalu membuat atap rumah kami dengan riangnya melepaskan diri. Mengikuti irama angin dan bahagia sampai di tanah. Kami bersyukur, malam itu kami bisa tidur dengan pemandangan cantik. langit malam terlihat vulgar. Telanjang tanpa sekat. Sayangnya, kami harus berbaik hati berbagi darah dengan nyamuk dan berbagi dingin dengan malam.
Atap rumah segera diperbaiki Apa. Tapi yah, sepandai Apa pula perbaikannya. Lelaki tamatan SMA dan gagal tamat  Jurusan keolahragaan salah satu universitas negeri dikotaku ini tidak terlalu pandai ber-sipil-sipil. Atap tidak berada pada posisi semula. Akibatnya, air masuk dengan deras ke rumah saat cuaca hujan lebat maupun hujan ringan.
Ama adalah anak ke empat dari lima bersaudara. Perempuan paling bungsu dari tiga kakak padusinya. Ama sudah jadi yatim sejak kelas 6 SD.Menggantikan Abak,  Amak mencari beras dengan bertanam di sawah orang, menjual rempah di pasar raya Padang. menurut kakak Ama, Amak tergolong pelit. Tapi menurutku, Amak sosok yang adil. Beliau kesulitan memenuhi kebutuhan lima orang anak sehingga dua orang anak harus dititip kepada keluarga yang lebih berada, agar mereka bisa sekolah layak. Dan yang dikampung, yang masih bersamanya, itulah yang akan disekolahkannya semampunya. Orang tua perempuanku adalah anak yang masih bersama Amak sampai Amak menyebut nama Tuhan untuk terakhir kalinya di dunia.
Bisa disimpulkan, dari Ama lahir sampai umurku nyaris seperempat abad, Ama masih tinggal di lokasi yang sama dengan kondisi yang semakin kuyu.
Apa adalah Sibungsu,Uwak (nenek dari pihak Apa). Sesekali kalian jangan mengkhayal hidup Apa lebih mewah dari Ama karena beliau sempat merasakan jadi mahasiswa. Apa Yatim lebih lama dari Ama, beliau yatim sejak berusia 3 bulan dalam kandungan. Tidak, tidak, itu hanya kata Uwak. Sebenarnya, Apa sudah tidak bersua dengan ayahnya semenjak beliau lahir ke dunia. Ayahnya berkelana memperbanyak generasi bangsa.
Prestasi kakek semacam itulah yang membuat aku berpikir harus memiliki pasangan bukan orang disekitar Padang. mana tahu yang kunikahi adalah anak cucunya kakek. Nikah sedarah kan haram.
Apa jarang akur dengan saudaranya, Paman. Paman keras kepala  dan  apa Tidak bisa diatur. Mereka selalu berpikir yang mereka lakukan adalah benar dan untuk kebaikan umat. Tapi nyatanya, mereka selalu memiliki misi yang sama. Hanya saja mereka tidak pernah bisa mengkomunikasikannya dengan baik-baik.
Saat kau bertemu mereka berdua, bisa kau tebak sendiri, hati mereka memiliki cinta yang sama besar, tapi malu menelan semuanya.
Aku menamatkan pendidikan di salah satu universitas terkemuka di kotaku. Dari Jurusan yang tidak semua orang paham akan dibawa kemana ijazahnya. “lulusan sastra Indonesia”, rerata orang akan berkernyit dahinya mendengar penjelasan background ilmuku.
Sekarang aku adalah tukang ketik di salah satu instansi milik rakyat. Aku ditempatkan di posisi yang insya Allah aku masih awam bersamanya. Bagian IT, apalah Sasindo menjamah IT. Tapi ini permintaan Apa, aku harus bertahan disini demi adik-adik. Apa pesan, agar aku bersiap menjadi tulang punggung pula, Dio, adikku juga disampaikan begitu. Karena ya, seperti kataku di awal, kita berusaha hidup, tapi Tuhan selalu bercampur tangan.
Aku bohong jika dengan umur yang sudah masuk zona layak nikah ini aku tidak memiliki teman dekat dalam artian serius. Rekan laki-laki yang kerennya dipanggil pacar, aku juga miliki dia. Aku sudah memilikinya sejak umurku dua kali sepuluh.
Sebelumnya aku juga pernah menjalin kasih dengan beberapa laki-laki. Petualangan cintaku dimulai semenjak SMP kelas akhir. Pemuda yang berhasil merebut selendangku, oh bukan, hatiku adalah rekan lokal sebelah yang tertarik dengan suara merduku. Ya, setidaknya itulah alasan yang bisa dia kemukakan saat aku bertanya “kenapa Aku??”.
Lelaki terakhir bersamaku adalah rekan satu organisasi yang juga kuceritakan pada beberapa postingan di laman ini.
Aku tidak pernah menyesal memilih jalan bersamanya. Banyak hal kupelajari darinya dan banyak hal yang bisa kuamalkan selama mendampingi dia. Aku merekam setiap hal yang sempat kami lalui. Bagiku, jalan kami adalah sebuah usaha memantaskan diri untuk menjadi padusinya.
Beberapa hal membuat hubungan kami harus goyang di Januari.
Dari hati kusampaikan bahwa aku hanya lelah dan butuh sendiri untuk beberapa waktu, tapi yang kudapatkan adalah serbuan dan desakan  pertanyaan dan pernyataan yang membuat hatiku genting. Rasa nyaman yang coba kupertahankan redup.
Aku kasihan dengan tingkahnya akhir-akhir ini yang menyakiti dia sendiri dan menyakiti aku secara tidak langsung.
Aku tahu, tahun ini adalah tahun penting untuk kami. kami berjanji akan meresmikan hubungan kami akhir tahun ini. Tapi dia gagal menghadapi cobaan yang lebih dahulu menyambanginya. Langkahku terhenti sampai dititik itu.
Saat aku benar-benar takut menghadapi duniaku. Saat aku benar-benar membutuhkan sebuah pernyataan hari yang sama bahkan sebelum aku mulai bertanya. Semuanya selesai.
Kupikir kedepan hanya ada jalan berbatu yang masih acak-acakan. Aku harus berpandai-pandai menatanya. Dan kebelakang, ada sekelompok orang yang menatap dengan mata bulat padaku agar aku tidak berhenti melangkah. 
Kuputuskan tidak meletakkan mereka dibelakangku lagi, sebagai supporter yang tak terlihat dan hanya bisa kunikmati suaranya. Sekarang mereka di depanku. Memanggilku untuk tidak lelah.
Ah aku lapar, menggalau dan tak makan buka tipeku. Aku hanya tak makan jika ransum kami kurang untuk 10 orang.

Baiklah,  tunjukan lagi seperti apa yang harus aku lalui. Aku memiliki Tuhan dan Tuhanku tak pernah meninggalkan aku!


Balaibaru
29 Januari 2017

Rabu, 19 April 2017

aku menikmati prosesku bersamamu

kepada seseorang,
aku suka senyumanmu saat bahagia
aku suka senyumanmu ketika puas
aku suka kau memarahi aku karena memang aku salah
tidak ada yang ingin kubuang ketika memilikimu
yang aku ingin hanyalah menyegerakan niatku menjadi labuhanmu
dan kamu menjadi labuhanku
lucu rasanya memikirkan itu
gila rasanya untuk berangan
semakin kesini, cintaku tumbuh (lagi)
kau sekarang beda...
kau, yang dari dulu kuinginkan
selamat datang...

aku menikmati prosesku bersamamu


Senin, 11 Juli 2016

Teruntuk Kak Adek dan kak Yulia...


Teruntuk kak Adek dan Kak Yulia...
Ini nasihat Rasul yang sangat bagus.. 

"Saya pernah di belakang Rosulullah Shollallahu alaihi wa sallam pada suatu hari, kemudian Dia bersabda: ” Wahai anak! Saya ajarkan kepadamu beberapa kata: ” Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau mendapatiNya di depanmu, ketika engkau memohon maka memohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka memintalah pertolongan kepada Allah, dan ketahuilah! Bahwa seandainya ummat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak sanggup memberikan manfaat kepadamu. Kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah kepadamu. 


Dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak sanggup mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah kepadamu. Telah di angkat pena dan tinta telah kering [pada lembaran – lembaran]. [HR At-Tirmidzi)


Kepada kakak yang telah berkurang sisa usianya.., semoga usia ini menjadikan langkahmu semakin ringan untuk beribadah, semoga kebahagiaan selalu tercurah..semoga Allah menjadikanmu insan yang mulia..... terus semangat untuk belajar, berkarya, menebar kebaikkan. Selalu ingat... Ihfadzillahi yahfadzuki – jagalah Allah dan Allah akan menjagamu...uhibbuki fillah... Barakallah fii umrik... 

AKAD

Dua puluh tiga juni duaribu delapan belas, pukul empat belas lewat sedikit di Kampung tanjung nomor empat delapan. Suara “SAH..” meng...