Kamis, 04 September 2014

BUAT PERANTAU PERTAMA #17



Semburat jingga di pelupuk laut berubah lambat menjadi hitam. Angin yang sama masih berhembus di telinga. “yang saya takutkan adalah kehilangan kawan-kawan seperti kalian,” ujar wanita disamping saya. “jika sudah demikian, kuat sajalah un, tidak akan ada yang hilang.” Tutur saya tanpa memandang lawan bicara. “terimakasih.” Ujarnya lagi.

seperempat piring pensi masih bersisa. lidah saya sudah lumayan pasrah menghisap makanan bercangkang itu. sedari tadi memang pensi dan karupuak leak yang menjadi pengalih kesan tegang disini. jelas, apapun makanannya minumnya the botol sosro. Pelengkap goyangan lidah saat kelu dan sedak mengganjal pembicaraan kami. Kedai terpal orange di jembatan Puruih jadi saksi bagaimana dua anak Adam saling berkerut dahi. Berbicara antara lepas dan melepaskan.

Dia, si pentraktir pensi, adalah teman saya. Bukan, dia keluarga saya. Fidia Oktarisa, begitu umaknya mengamanahkan nama. Entah dengan pertimbangan apa akhirnya nama media sosialnya tanpa unsur ‘Ok’ jadi hanya Fidia Tarisa. Entahlah, wallahu’alam.

Fidia, salah satu anggota Satu Tujuh. Satu jenis dengan Tujuh anggota. Hehe, begitulah saya menggambarkan angkatan Tujuh Belas. Ada tujuh bidadari yang mereka –petua 2012- lahirkan.

 Sulung kami bernama Liza –Roza- Lina. #Bahasa cantiknya. Liza bertubuh imut. Penyuka JARIANG dan pencetus gaya sadang payah. Kemudian si nona bernama Fidia tadi. mahasiswa peneliti jiwa manusia yang –kadang- tidak mengerti jiwanya sendiri. Selanjutnya saya sendiri, panggil saja Novi Purnama. Haha.

Wanita tangguh yang selalu merasa ada jiwa maskulin dalam dirinya bernama kecil meding. Wanita ini adalah saudara kami yang selalu menyesal usai mewek.

Juga ada Wak i. gadis yang kekeh dengan gaya chibi maruko chan-nya. Wahida Nia, penyuka motivasi dan pengamat yang selalu cetar dengan sepatu kuningnya.  Terakhir, perkenalkan, rekan saya sesama pemilik mata bulat. Gumala Yup-Yup. Jangan harap bisa lepas dari permohonan Mala. Lebih lagi kalau Doi sudah senyum dan mengerdipkan mata. Ampun.

Kami dijodohkan dalam rumah bernama Ganto. Rumah yang memaksa kami untuk saling cinta dan mencinta. Untuk bertahan dan ditahan. Juga, di sana kami melepas fidia ‘merantau’ lebih dulu.

***

Kami memang dibiasakan mendekam malam. Untuk memperhangat hubungan (katanya). Tapi memang terbukti, mencicipi malam bersama beberapa jenis manusia ini membuat sedap malam kalah sedap dari malam kami.

 30 Agustus 2014, belakang Fakultas FIP. Lingkaran yang tak membulat sedikit mengurungkan dingin menyetubuhi telapak kaki telanjang kami.

‘pletakkk….!’ Tepuk kasar dari pemburu nyamuk –meding & ranti- menjadi pemecah kaku.  Ini rapat luar biasa. Kita akan melepaskan seorang kawan yang tidak akan terlibat bersama lagi. Segumpal takut yang dulu pernah menyiku-nyiku perasaan saya menyeruak begitu saja. Itu teman saya, kami berjanji akan tujuh sampai akhir. Dan sekarang dia melepaskan tangan kita?

Jahat sekali kamu. Kamu curangi kami. Kamu mendahului kami berlari bebas. Ah, benar-benar curang!

Un, masih ingatkah kamu dan kami –the Lingkars- bersitegang saat kita hendak melahirkan lingkar? Ingatkah saat kita sama-sama membongkar borok masing-masing di ruang PKM? Saat kita sama-sama gigil di lapangan sate Bandung? Ingat tak? Jelas kamu masih ingat un. Kamu selalu menata rapih tiap moment bukan? Malah saya yang mulai lupa akan hal itu. cobalah tanyakan tanggal berapa masing-masing kisah itu, saya lupa.

Sekarang kamu memutilasi ujung kisah dengan halus un. saya tak menyalahkan kamu, saya menyesal pada diri saya sendiri yang tak bisa memelukmu –saya yakin kamu tak mau pun- saat kamu butuh pelukan saya. Dan saya menyesal terlambat menuangkan air hangat saat gelas sudah sangat kering dan berharap diisi air es saja.


Terimakasih sudah mengurangi gugup saya waktu bertandang ke rumah tuan Purnama. 


Sebagai rekan yang sering menyamak di kamar kamu dan sering menggalau di kossan kamu, saya berkata.


“Pergilah kelaut lepas nak, pergilah kealam bebas…” #ngeQuote


Hahaha, tidak akan ada yang lupa dan dilupakan. Tidak aka nada yang hilang. Hanya saja kami masih punya ID Card. #bangga.


Semoga target 2019 tercapai dengan baik Un…

AKAD

Dua puluh tiga juni duaribu delapan belas, pukul empat belas lewat sedikit di Kampung tanjung nomor empat delapan. Suara “SAH..” meng...