Teruntuk emak yang sudah mengizinkanku mengecap
hidup,
Mak, terlalu berat jika aku harus menulis semua hal
tentangmu dan tentang kita di lembar kumal ini. banyak sangat cerita yang
membuatku berhenti menulis lalu menangisi tulisanku. Semuanya kita lakukan
bersama mak, tak ada yang kulalui tanpa namamu didalamnya. Mungkin jika
tulisanku dikaji segi estetikanya akan bernilai C. terlalu melimpah namamu
disana. Tak indah jika ditelaah. Tapi itulah, tak mampuku menyiratkan pada
pembaca betapa engkau, engkau dan engkau yang selalu ada dibalik semua alur
hidupku.
Mak, kenapa tak bilang dari dulu kalau hidup ini keras?.
Kini aku terpuruk lagi mendendam pada waktu yang tak pernah memihakku
akhir-akhir ini. benarkah akan selalu ada keindahan usai tangis ini seperi yang
selalu kau lagukan padaku?. Aku menanti itu mak…
Mak, maafkan aku….
Dua puluh tahun menjadi anakmu tak
banyak yang kulakukan bahkan tak ada. pernah waktu umur ku belum sedewasa
sekarang, aku meminta pada tuhan agar
secepatnya mengambil nyawaku. Tak sanggup aku selalu memberatimu dengan semua
masalah yang berasal dari ‘aku’. Tapi, seperti yang kau katakan padaku. “tuhan
selalu ada jalan terindah untuk kita,” iya kan mak. Makanya aku masih bernafas
hingga sekarang. Benar saja. Apa jadinya jika dulu dirimu kutinggalkan sendiri
dengan kisah selanjutnya yang keras macam ini mak?. Ampuni kebodohan masa
laluku itu mak.
Tapi mak…, terimakasih untuk
seluruhnya.
Entah apa dan bagaimana caraku membuat
terimakasih ini penuh mak. Seluruhnya, apapun yang kau lakukan untukku semua
terlalu luar biasa. Hanya aku yang lalai tak bisa mengerti dan paham semua
secepat dirimu melakukannya untukku mak. Semua rasa hormatku dan semua rasa
cintaku tertinggi sudah kubundel mak. dan ini, terimalah terimakasihku sebagai
perwakilannya.
Mak, sekali lagi. Terimakasih atas
semua yang telah engkau berikan padaku. Teimakasih telah berjuang melepaskanku
dari ruang hitam ditubuhmu. Tempat aku berjanji pada Tuhan dulu. Terima kasih
telah menurunkan padaku sifat lembutmu melalui air tubuhmu yang kau sebut ASI.
Nikmat hidup ini kumulai dengan nikmat yang kau beri itu mak. Terimakasih telah
mengajariku menjadi gadis perasa dan mengajarkanku kuat dalam apapun mak.
Semuanya sangat-sangat-sangat berarti. Sungguh, tak tahulah bagaimana caraku membuat
terimakasih ini nyata mak.
Mak, bolehkah aku sujud dan mencium
kakimu lagi?. Izinkan aku kembali menciumi surgaku.
~terimakasih mak~
Tertanda,
Anakmu.