Oke, dengan kekuatan bulan akhirnya anak kesekian saya
terlahir kehadapan anda. Haha. Perlu kekuatan penuh untuk merampungkan ini.
menarasikan satu objek yang memaksa kamu berfikir keras itu sangat keterlaluan
rasanya. Bukan berfikir tentang apa yang harus saya tuliskan tentang si objek.
Tapi tentang sisi mana yang harus saya dahulukan. Semuanya manis, aneh dan
syukurnya tidak karuan.
Beberapa kali komputer lipat saya ternganga dan ide-ide
meramu tulisan menggelora dengan sangat .
bahkan keyboard dihadapan saya
merayu dan bilang “jamah saya kakaaa..”. tetap saja tak membantu kelahiran ini.
Dan tibalah di penutupan kata
sambutan. Akhirnya saya melahirkan! Walau tak tepat dengan tanggal kelahiran
seharusnya -karena memang tulisan ini lahir mesti lewat cesar- saya hadiahkan
pada seseorang yang biasa saya panggil ‘Be’.
***
Takdir Tuhan yang membawa Surya datang bersamaan dengan Purnama.
Sehingga langit merasa tak perlu bersusah payah berotasi. Memperpusing jarum
jam juga tak perlu. Toh siang dan malam sudah di genggaman bumi.
“sudah dimana be?” pesan layangan dari Mr. B yang –mungkin- sudah gerah bertanya hal
sama. “masih di rumah.” Jawaban singkat. Uh, ini hari puncak perjuangan dia di
jenjang satu. Saya mau menghadiahkan sesuatu yang mungkin sedikit berbeda
dengan yang akan didapatkannya. Tapi apa?
Saya mulai bosan mematut diri.
Kembali mata bulat menggerayangi deretan buku bacaan dan seperti biasa,
selembar potret tertempel manis diujungnya. Foto yang sudah dibubuhi note-note
kecil. Isinya beragam, “semangat sayang,” “satu langkah lagi, geest cinta,”
“kamu aneh,” atau bahkan “kamu keras
kepala be.” Sosok wajah melebihi familiar ddalam otak saya terera disana.
Sedikit bergumam, ‘kamu ingin apa dari saya? Saya tak tahu harus menghadiahimu
apa. Bantu saya membuat hari bahagiamu jadi lebih bahagia.’
Sialnya sosok dalam foto masih
berada dalam gaya yang sama. Tak memberi respon apa-apa. Saya mulai tak waras.
Memanyun-manyunkan mulut dan menggerutu pada si B. puas kamu mebuat saya salah
tingkah hari ini? aaahhh….. pandai sekali kamu memainkan rasa grogi saya. Kamu
harus tahu, memikirkan hadiah memaksa saya minum lebih banyak dari biasanya.
Benar-benar proses berfikir yang sangat keras.
Akhirnya dengan pertimbangan yang
cukup sulit. Saya putuskan memberi hadiah yang sama dengan lainnya. SETANGKAI
MAWAR PUTIH.
Baju warna Tosca dengan jilbab
pink lembut (tanpa renda) dengan sepatu (harga biasa). Setidaknya begitulah
narasi tanpa lebay dari tampilan saya. Jelas penampilan ala Qadarnya ini
membuat saya sedikit terperang-ah saat bersua dengan uni-uni si be yang
berdandan dengan cara (entahlah saya tak paham) masing-masing. Mulanya aman
tentram dan damai, setidaknya masih terpampang wajah letih mendaki bukit Unand
dari sayanya. Jadi, bedak yang luntur tak jadi masalah. Sampai azan Zuhur
bergema dengan lantang. Pertanda si beddak memang harus hengkang dari wajah
saya. --,--“ aduh be, kasihan kamu tak melihat sosok saya yang ancak habis dandan. #icak-icak ngibur diri.
Habis shalat, jiwa wanita uni-uni
si B membludak. Kaca berhias bagian kanan shaf wanita dalam mesjid di kuasai
dengan cepat. Dan kaget saya bertambuh, satu
tas yang dari tadi ditenteng ternyata berisi seperengkat alat memoles diri. ‘Tuhan, ndak tairiangan do..’ jadilah
dengan tampang yang sudah tak berdaya hamba menikmati pemandangan dan suasana
ini dengan ikhlas.
***
“ado di sms opi sm Kasua dima nyo
kini?” “ndak kak,” “ee.. dima lah kacua ko ah,” celingak celinguk dimulai. Si
wisudawan sudah keluar dari ritualnya. Banyak manusia berseragam sama, tinggi
mereka berbeda. Tentunya saya mencari si empunya badan tinggi selayang dari tinggi
badan saya. Wisudawan –katanya- berbaju coklat. Lulusan FH Agustus 14 bernama
Surya Purnama. S.H.
“ha, tu nyo ha.” Si uni dengan
semangat menyambut kedatanyan adik kedua. Jabat tangan dan ucapan Happy
graduation…
Demi apapun, saya jadi tegang.
Kaku dan kalau sampai lupa nafas, mungkin saya mati. “ini kamu be? Kok masih
mirip. ” #batu mana batu. Hehe. Kadar grogi semakin menjadi-jadi. Bahkan
semakin mencapai batas maksimal saat menciumi tangan apa-ama si B.
Sumpah, semua praktek senyum
tulus ikhlas, jalan ayu, dan mata indah tak bisa member bantuan apa-apa. Saya
bahkan lebih kaku dari boneka Poppy (filem tahun 1999) yang baru diciptain
professor sontoloyonya.
Apa boleh buat, dengan segenap
ekspresi nyaris hambar, saya ikuti alur
hari ini. sedikit titipan do’a. “Tuhan, jangan sampai hamba terlihat
bodoh.”
Ceritanya belum habis sampai di
Unand saja. Sesi makan-makan pun rampung. Saya ikut serta dengan keluarga si B.
ahm, gerogi yang mulai bersahabat. Dari belakang saya perhatikan B. apa yang
kamu fikirkan saat ini? setelah akhirnya kamu keluar dari kemelut tugas akhir
kuliah. Setelah akhirnya tak ada lagi tangisan yang terendapkan. karena malu
menangis dihadapan pembimbing. Setelah akhirnya terimakasih untuk seluruhnya
kamu haturkan? Karena banyak yang berpartisipasi dalam mencapai toga perdana
ini.
Tiba-tiba sebersit rasa menyentil
saya dan mendobrak-dobrak mulut saya menggumamkan kata yang harusnya terucap
dari tadi. “selamat be, satu misi usai.”
lalu pipi kiri dan kanan saya panas. Naik sedikit lebih tinggi ulah senyum
cembung memuai.
Wanita yang kamu panggil ama be,
saya merasa berdosa padanya. Karena saya memaksa kamu ikut kemauan saya ke
merapi lalu. Saya tak sangka beliau berpuasa untuk kepulangan kamu. Jika
tulisan ini kamu baca. Sampaikan maaf saya untuknya.
selamat wisuda tuan Purnama... |
***