Rabu, 29 Oktober 2014

se-bulir masa lalu




Usai-mengusai jadi hal yang menyenangkan belakangan ini. membuka-buka diary lama dan menemukan hal yang membuatmu berkata “saya dulu kok gini ya?”. Begini, salah satu fenomena unik dari sekian kisah yang tersisa semasa kejayaan putih abu-abu adalah saat kamu mulai sadar bahwa  kenangan dan sejarah itu beda.
Sehubungan dengan berakhirnya pertalian dua insan, sebutlah namanya siti rohani dan lareh simawang, siti rohani tidak mau lagi menjamah yang namanya kata ‘cinta’. Siti rohani yakin dengan perbincangan terakhir dengan lareh simawang yang mengukuhkan bahwa “kita akan sama-sama menjadi dewasa”. Yah, target siti rohani kala itu hanyalah jadi dewasa dan mencoba paham.
Pupusnya kisah cinta yang katanya ‘sampai kita mati’ cukup membuat terpuruk. Maklum, menjadi pasangan di berbagai bidang membuat siti rohani dan lareh simawang merasa klop. Tapi tidak di bagian ‘paham’. Si cewek selalu meletakkan cowok sebagai petinggi. Sayangnya si cowok tak pernah bisa merasa tua. Mungkin karena selisih umur yang hanya Sembilan hari. tapi akhir-akhir ini si cewek sadar bahwa, hal tersebut terjadi karena pengendalian ego yang sama-sama buruk.
Dikarenakan hal diatas, siti rohani yang tak lain adalah hamba, bersikukuh tak mau dikotori otaknya oleh ‘cinta’. Saat si Lareh Simawang bisa jadi bintang di tenggara sana, maka hamba akan jadi bulan di timur sini. Itu prinsip. Alhasil, hamba benar-benar tak memiliki rekan laki-laki di semester awal sekolah (waktu itu di sms nulisnya Cikulah). Tapi tak apa, memiliki rekan buktinya, beberapa kejadian menimpa hamba dialasankan bakat mada yang hamba warisi.
Begini,
Pelajaran olah raga dilakukan di GOR H. Agus salim. Nah, pulang dari sana kawan hamba, namanya Lia. Doi baru perdana kesini. Pas pulang si Lia panik, celigak-celinguk nengok ke ujung jalan. Kami yang mulai risih nengok si Lia muter-muter nggak karuan mulai bertanya, “lia nyari apo?”. Dengan polosnya dia menjawab, “iko ha, angkot merah kok ndak ado Nampak yo?” hahahahahahahahahahaha #ngakak barek
aduh ya, disiko ma ado angkot merah lewat, yang ado Cuma biru, habis tu nyambung di siteba.” Jelasku masih ngakak. hoho, ini perdana aku nengok anak Padang yang tak tahu ke-Padang-an-nya.
Sejak kejadian itu si Lia jadi bahan bully di sekolahan, maklum, cimeeh  adalah budaya yang membumi di sekolah ini. Tapi ternyata Lia kurang dewasa menyikapinya.
Pagi suatu hari, satu minggu usai kejadian Lia nunggu angkot merah, waktu itu kamis, Lia piket kelas. Masih saja Lia menjadi bahan tertawaan anak lokal. Lia marah lalu ngebanting kursi-kursi lokal. Hamba yang ada di lokal dan kebetulan wakil ketua kelas, mencoba menenangkan suasana dan berniat bicara dengan Lia.
Tiba-tiba Reni Naomi mucul begitu saja. Seolah nembus dinding salah satu sisi ruangan, entah sisi yang mana. Reni adalah manusia anti kekerasan paling akhir versi on the shoot. Reni yang punya badan besar menghalangi hamba bicara empat mata dengan  Lia.
 alah lu, jan sakiti juo Lia lai…. Kalian jaek mah (sambil rentang tangan)”. Aish, hamba  paling ogah nengok manusia sok jadi pahlawan. Lha, bukannya  yang paling kenceng ketawanya pas ngejek lia kemaren mah dia.
Reni, cewek bertubuh kekar rajin pake sepatu bola beserta kaosnya ini terkenal selalu berfikiran human interest. Paling nggak mau orang lemah (baca teraniaya) dipojokin. Alasannya “pengalaman wak lah banyak takah itu.”
Melihat  si reni sudah berubah jadi cat women, rekan kelas X1 merasa terpanggil untuk menambah bully-an. Dan reni dengan tegas membela lia dengan mengucapkan berbagai petitih islam dan adat yang dia tahu. Ahm, mungkin saat itu reni belu tahu defenisi bercanda. Akibatnya, bukannya menghentikan perseteruan,  rekan hamba yang lain makin semangat ngerjain si lia, tapi orientasinya lebih ke Reni.  Akhirnya si reni yang doyan menggenakan rainbow tank top  nangis.
Tak hanya nangis, Dia juga ngamuk. Ngambil sapu lalu melakukan aksi pengejaran pada oknum yang menertawakannya tadi. yep, oknum te-es-be adalah kami. Bayangkan, satu lokal di kejar-kejar sama sapu keliling lapangan sekolah. Hahaha, jaman ini hamba masih labil sangat-sangat ababil labil.
 sosok Reni marah hanya bisa diilustrasikan.
Anehnya, yang di tuduh mengepalai pemberontakan dari front lokal adalah hamba. Si reni tersedu-sedu di jalan dengan sapu ditangan sambil teriak-teriak, “nopeeeey, kasiko capek!! Tanggung jawab lah!!!” lah? Kok hamba sahaja? Kan hamba Cuma bantuin nge-bully, eh bukan Cuma mau ngomong baik-baik dengan  korban dampak cimeeh.
Aduh… berhubung suara si reni menggema dan bernada vales, seisi kantor guru-kepala sekolah terbangun. Kepala sekolah yang lumayan hafal wajah hamba melayangkan pandangan ke  arah pandangan reni. Hamba yang (masa itu) takut sama bu kepsek mencoba menyembunyikan badan. Yah, walaupun akhirnya  hamba diseret kepala sekolah dengan lembut. L ternyata meja kedai lontong Mak Ilih tak bisa menyembunyikan badan hamba.  Kenapa hanya hambaaaa…..dasar Reni >,<
Introgasi dimulai. Dengan menyatakan kebenaran dan kronologis peristiwa, bu kepsek berhenti menatap hamba. Tersenyum lambat dan membuka kaca matanya. “hahahahahahaha, kok sampai kayak itu Lia?” tiba-tiba bu kepsek memecah keheningan. Suasana mulai cair setelah bu kepsek mengusulkan opsi damai.  Jadilah hamba diminta mendamaikan masyarakat kelas.
Dan taukah kamu…
si reni tak mau menyambut niat baik kami untuk berbaikan. Doi menghendaki perang dingin. Dikarenakan  mengemban amanah dari kepsek untuk mendamaikan, akhirnya hamba berinisiatif mengakhiri perang dingin ini.
Esoknya Hamba  ke sekolahan pagi-pagi (waktu itu paginya sekitar jam lapanan) sambil bawa lollipop yang biasa menyumpal mulut reni di saat suka dan duka. Dugaan  hamba benar,  si reni sudah duduk manis di dalam lokal dari jam setengah tujuh. Lambat-lambat hamba mendekati dia, berharap doi tak mengaum ataupun nyakar. Perlahan dan lambat-lambat. “ren….” hamba mengulurkan tangan kearah reni yang lagi sibuk nguntit pantat semut depan lokal. “apo ko?” reni ketus, “lauak mah, ko ha permen untuak reni, opi mintak maaf mewakili kawan yang lain. “ mencoba masang tampang baik. “ (mata berkaca-kaca) opeeyy….. reni minta maaf lo…” AK, alur selanjutnya di crop. Mual kalau dipaksakan menuangkannya dalam tulisan.
Pokoknya, ending cerita ini adalah berubahnya Reni Naomi yang biasa pakai sepatu bola beserta kaosnya, setelah itu Reni Naomi yang lebih peminim dengan sepatu balet. Walaupun kaos bolanya masih nempel. Doi sudah tak ngamuk pakai sapu  (ganti pakai parang). Dan, hamdalah, setelah itu reni sudah lebih manis dalam, bacaran.
Baiklah, itu sepenggal kisah tentang sikap manis hamba saat SMA.
**O**
setumpuk kertas dengan sumber entah berantah
Setelah mengobrak-abrik dokumen dan album lama. Mulanya hanya berniat menata arsip kenangan sesuai dengan pemiliknya saja. Kalau sesuai urutan tanggal, penyusunan kisahnya susah. Jadilah hamba menata-nata kertas kumal dengan berbagai lipatannya.
Beragam jenis goresan tangan dan rupa potret manusia terangkum disini. Perdana hamba mencicip yang namanya pesan tulis tangan dari samwan adalah tanggal 19 januari 2008 dari oknum berinisial W. isinya “jam 2 depan 3.1” . Kemudian disusul gambar-gambar naruto hinata. Berhubung si W pencinta naruto hinata, hamba terpaksa  turut serta suka. Dan mengungkapkan kata-kata “gambarnyo ancaak, lagi laah..” lalu dibalas dengan usapan lembut di jilbab. Yeh, Naruto… sekarang pun hamba masih (harus) menyukainya.   Ada pula kertas surat warna Pink dalam kondisi dilipat manis jadi bentuk love . kalau tak salah ingat, lirik lagu ini  disadur dari puisi yang hamba buatkan. Maklum, jaman itu nge-Band lagi trend. Selanjutnya beberapa puisi manis, dan surat  yang bukan hanya dari si W.
W adalah satu sosok masa lalu yang membuat hamba harus mengambil sikap melawan aturan yang dibuatkan Uda Jon, sepupu laki-laki tertua. Saat ini W berstatus teman hamba. W setipe raffi ahmad. Pencinta wanita yang lebih tua. Menurutnya tua itu dewasa.  Sebagai teman yang baik, hamba mendukung W. yeh, walaupun tiap kali W ngadu masalahnya, hamba bergumam sendiri “tua belum tentu dewasa W.”
Ada sepucuk dua pucuk surat dari Pak Rudi. Hohooo. Pak rudi is guru pesantren kilat yang hamba taksir. Selama ada pak rudi, tarawih hamba penuh di mushala te es be. Tapi kalau pak rudi pulang kampung, hamba mojok di samping pedagang sate. Sedikit malu membacanya. Surat itu berisikan petuah-petuah pak rudi kepada hamba. Soalnya pas hari terakhir pesantren, pas sesi penulisan kesan dan pesan, hamba mencurahkan semua-muanya. Bayangkan, anak lain pakai kertas buku tulis bintang obor, lha, hamba pakai dobol polio. Keren kan?
Yang hamba tulis tak banyak. Cuma… “saya suka cara mengajar bapak. Apa triknya? Apakah bapak mengajar dengan menebar cinta? Menurut bapak cinta itu seperti apa?” pertanyaan polos dari seorang murid SMA kelas sepuluh.
Ternyata meski kesan dan pesan tak diterakan nama penulisnya,  pak rudi paham dobol polio milik siapa (wong yang pake dobol polio cuma hamba). Beliau membalasnya dengan dua lembar binder dan isinya penuh depan belakang. seputar sabda nabi. Terakhir hamba mendapat kabar babang rudi, eh pak rudi, sudah berkeluarga dan jadi guru yang baik di keluarganya. Selamat dan terimakasih bapak.
Juga ada puisi cinta dari manusia berinisial A. ah, sampai si A wafat dua tahun lalu,  hamba tetap di bully dengan puisi dia yang diperuntukkan pada hamba. Semula puisi itu diserahkan (katanya) supaya diberi penilaian. Setelah dibaca eh ternyata dicantumkan kalimat peruntukkan. Hoho.
Hamba tak pernah membalas puisi si A. puisi pengidap minder akut  hamba rasa. Mana mungkin hamba menuruti permintaan A yang mengalasankan malu untuk satu hal. Dan hamba yang diminta melakukannya.
Makanya tiap kali pas-pasan selalu ada kalimat seperti ini terlontar darinya atau dari rekannya “pi, tembak A pi…”.  Atau “tarimo selah A pi…” Cara yang terlalu memaksa bro…
Lipatan surat terakhir adalah dari nona Wahida Nia Elviza. Nia menyertakan sepucuk surat dalam kado ulang tahun yang diserahkannya tanggal 141113 lalu. isinya yang panjang bisa di simpulkan dengan satu frasa saja. “tetaplah jadi kawanku”. Oke siip nona nia.
Sejarah memang bukan untuk dilupakan. Tapi untuk dipelajari. Kita bisa saja terpuruk kalau kita memposisikan sejarah pada status kenangan. Karena saat kita mengingat masa lalu dengan memposisikannya pada kata kenangan, akan ada seulas perasaan menyertai pandangan kita. Dan saat kita memposisikannya pada kata sejarah, akan ada otak yang berfikir tentang “bagaimana baiknya”.
Sejarah adalah masa lalu. dia terpaksa menetap di tahunnya ulah perbuatan bumi yang terus memutar kalender. Saat sejarah berwarna gelap, orang yang berkepala abu-abu juga akan mencapnya gelap. Atau orang yang hatinya berbintik hitam menjatuhkannya sebagai masa suram. Sebenarnya tidak selalu demikian. Ada titik-titik terang yang ada di dalamnya. Tergantung cara kamu memandang.
Saat kita menutup mata bisa saja kita berlari-lari di tempat yang kita mau. Maksudnya, kita bisa memimpikan apapun. Tapi saat kita membuka mata, kita harus siap dengan kenyataan dan pernyataan bahwa inilah hidup. saat kamu tanya mengapa begini, memori kamu akan menjawab dengan awalan ‘karena’ dan mulai memutarkan potret masa lalu.
Karena sejarah adalah hal yang telah terukir, maka sekarang saatnya kamu mengukir. Silahkan ukir dengan berbagai liku pahatan unik sejarah hidup kamu. Dan nikmati sensasinya usai pertunjukan, oh bukan, setelah kisah itu berlalu.
begini gambar di dinding kamar tersebut

setumpuk surat dari tangan entah berantah
baiklah, yang tadi adalah beberapa bulir kisah klasik menuju hari ini. dan saat ketikan kalimat barusan sampai, saya melengokan pandangan lurus kedepan. kemudian secarik kertas yang tertempel di dinding kamar berisi wajah sepasang orang membuat saya kembali sadar, sekarang 2014. dan sekarang saya menikmati proses menuju masa selanjutnya. selamat kembali berjalan... :)

Senin, 13 Oktober 2014

PACAR BARU...



Jujur, ini adalah pengakuan yang sangat berat untuk sekarang. tapi, harus segera kupublikasikan, takutnya ada fitnah antara kita. Atau, aku takut hubungan ini berjalan tanpa sepengetahuan orang sekitarku. Akan berdampak buruk jika demikian.

“aku punya pacar baru!”

Saat kami nge-date berdua, tentu statusnya pacar. Tapi pas aku bersama si Be, status dia selingkuhan. Dia sudah kuberi tahu hubunganku dengan si Be. Dan aku yakin, dia mau di-dua-kan.

Kurasa si Be juga sudah tahu aku selingkuh. Sudah banyak perubahan diantara kami. Mulai dari bahasan saat kami bercakap. Jadwal komunikasi yang bisa dikatakan mulai jarang dan kasulitan bertemu. kuharap dia sabar menghadapi kenyataan. Yakinlah, suatu saat aku akan utuh lagi untukmu Be. #sieeh

Dengannya –si pacar baru-, aku punya rencana besar. setiap hari, setiap malam, dia selalu memberiku semangat laur biasa. Katanya, kami harus bekerja sama menyelesaikan misi kami setiap hari. maklum, dalam waktu dekat kami akan mencapai visi utama. Hadir di perhelatan besar. helat kami.

Semula dia hanya menemuiku dengan untaian kata-kata yang tersusun manis. Hingga Senin (13/10) lalu, aku bersua dengannya. Aku girang. Tanpa malu dia kupeluk. Erat. Lama.

Baiklah, mungkin aku memang berjodoh dengan sosok yang berpangkal nama hurruf ‘S’. bapakku Syafrizal, pendampingku bernama Surya, dan si selingkuhan juga berinisial ‘S’. untuk saat ini aku mencintainya. Harus begitu, karena kalau aku tak cinta, hubungan kami akan berantakan. Walau sejujurnya cukup sulit membagi hati dan waktu.

“S” punya nama panjang yang membuat kepala pecah jika melafalnya. Dia sih maklum dengan pernyataan itu. terlebih dia tahu, aku bukan pengujar yang baik jika bertemu deret konsonan yang ada huruf R-nya.

Kuputuskan memberinya nama panggilan yang manis menurutku. Jika Tuan Surya Purnama kupanggil ‘Be’. Si selingkuhan kupanggil ‘Poo’. Mulanya mau manggil ‘Naga’ saja, biar langsung ngerujuk ke vokalis cool-nya Band Lyla. Itung-itung buang lelah.

Tapi itu ga adil buat Naga. Sosok si ‘S’ yang penuh tantangan tak bisa disandingkan dengan sosok Naga yang keren.

Yah, Poo lebih cocok untuk memanggil si ‘S’ alias Skripsi tercinta.
Untuk berapa bulan kedepan kami akan saling menghabiskan waktu berdua. 

Berharap aku segera dipersandingkan dengan topi hitam segi lima yang orang sebut TOGA.

Mari berjuang Poo. :* :*
**S** 

Minggu, 12 Oktober 2014

Teruntuk B #3





Oke,aku bersyukur karena akhirnya kamu membaca blog-ku dan menyetujui aksiku.semula aku sangat ragu akan tindakanku memberi tahu dunia tentang cerita kita. Tapi, ahm… mugkin Dia memang Maha Tahu.
***

“oi kirei,” seru suara dari seberang. “eh, anuik, tumben nyapo? Hahahah” jawabku sekenanya. Teman SMA-ku yang satu ini memang rajin menelpon. Walau sering tak kuangkat, dia tetap dengan hati lapang menghadapi rekan masa lalunya yang sudah sok sibuk ini. sedikit pemberitahuan, temanku yang bernama lengkap Puspita Sari ini adalah istri dari Eko Rajo Batuah. Yep, doi sudah menikah, tepatnya di semester dua aku menjamah kuliah. 

Sari, selalu jadi rekan yang baik untuk curhat. Yah, walau akhirnya kadar curhatnya -wanita yang lebih suka dipanggil ‘anuik’ ini- lebih banyak. Aku maklum, maklumlah, wong yang nelpon dia.

Dengan sengaja Anuik membahas sesuatu yang ingin kucurhatkan. Tentang siapa lelaki yang bertahta dihati rekan sesama scorpionya ini. bagaimana anaknya, dan pertanyaan lebih rinci lagi. Hingga sampai pada satu pertanyaan yang aku tak tahu jawabannya. “bilo jadiannyo pi?”
Huaaa, jangan tanyakan itu, aku lupaaa… oh tidak, bukan lupa. Tepatnya aku tidak tahu kapan laki-laki itu mengungkapkan perasaannya dan aku menjawab “IYA…” setahuku ritual itu belum ada.

Yang ada malah kebalikannya.

Dengan nada misramolai kukisahkan pada sari hal serupa. Walhasil, dia menceracau padaku. Seolah dia paham seluruh alur ber-kawan-ku. “ang tatap takah itu, jan diagih angin kalau indak. Jaleh-jaleh lah malangkah tu.”

Aksi anuik membuyarkan keinginanku menjelaskan bahwa kali ini aku tidak sedang bernostalgia dengan sifat urakanku dimasa lalu. aku diam menikmati sari berwasiat. ‘sungguh sar, dari dulu aku hanya takut untuk banyak hal. Bukan aku jahat.’ Bela-ku dalam hati.

Setelah beberapa menit berwasiat, anuik tersenggal-senggal nafasnya. Dan kini ada jeda, giliranku mengutus peri bibir mengatupkan mulut si puspita sari. “ehm, sar, bilo eko junior lahia?”
dengan demikian dia mundur dengan teratur. Heheh, masalah ini tak akan dibahasnya. Kami akan berdebat darah jika masih berkomunikasi malam ini.


“pandai bana, yolah, mbo perjuangkan lu. Salaam” bip.
Heheh, cara yang manis menutup pembicaraan.


**B**

Setelah tidur terlalu malam, kini aku harus bangun terlalu pagi. Mata-ku harus melek untuk hari ini. bukan PJ wawancara yang jadi alasannya kali ini. hari ini aku ada agenda yang mungkin akan rilis lembar perdana dalam buku harianku. Dalam hidupku mungkin. Hohooo.

Azan subuh mesjid kampus mengguncang-guncang hatiku. Sisi baik dan sisi buruk saling adu pendapat untuk satu pertanyaanku ‘apakah masih boleh aku tidur?’

Tapi datang sebuah wangsit. “kamu ada janji..”

Ah, dasar, satu pernyataan yang mengharuskan aku harus segera ke kamar mandi. Membersihkan sekujur tubuh dan bauluak .

Sholat versi Subuh kelar sudah. Tinggallah menjalankan kewajiban lainnya. ‘dandan’. Eh, kok mesti dandan? Buat apa? Semalam kan nginap di Ganto, kok paginya mau cantik gitu? Biasanya kan ga’ mandi dan langsung pulang?
Heheee #nyengir#alasapi

Biasanya sih iya, kalau sudah nginap di ganto, aku akan pulang pagi. Berbekal cuci muka dan gosok gigi –yang kadang juga males- aku pulang dengan langkah loyo. Naik angkot trun angkot itu sangat melelahkan, percayalah. Tapi demi satu tujuan, aku mempertahankan langkahku. Dalam hati aku berteriak, “I wanna be LALOK…”

Kadang aku menamatkan misi. Sampai dengan selamat dan langsung tarik selimut. Tapi lebih sering aku kandas tengah jalan. Aku ketiduran di angkot. Belakangan aku sadar itu sangat memalukan.
Kita kembali.

Baju orange hambar, tas ransel berbahan kulit KW 14, jilbab orange, jaket –lebih mulia disebut baju kaos-, dan HP. Oke fix and toast.
Tidak cantik, tapi, untuk apa dandan cantik-cantik. Toh nanti juga amburadul gegara naik motor. #mencobamelawankaca

Aku sudah ada janji hari ini dengan seseorang. Berjenis kelamin laki-laki dan menurutnya dia yakin menyukai wanita. laki-laki ini memiliki ciri tinggi semampai (semeter -lebih dikit- sampai). Rambut ikal, alis tebal, bulu mata lentik, hidung mancung versi Kamang Magek, Dan memiliki banyak tahi lalat disekitaran wajah.

Singkat saja, secara umum laki-laki ini adalah rekan se-Asosiasi persma. Secara khusus, dia adalah pasanganku. Panggil saja namanya Surya. Aku selalu kesulitan menyebutkan deret konsonan yang ada huruf ‘r’-nya. Jadi panggilanku sedikit beda dengan kamu, ok?
Aku panggil dia, ‘Be’.
**B**
“kama Be?” pertanyaan pembuka pelumer kaku dan kikuk. “caliak selah beko?” jawaban yang sungguh tak memberi celah untuk mengucapkan “iyo Be? Serius kasitu? Aaa.. makassiii..”.

 Jawaban yang akhirnya memaksaku untuk sabar menunggu beko .
 
Jujur, ini adalah tantangan perdana usia 20 yang harus aku taklukan. Hueheheh. Untuk kali pertama aku pergi ke tujuan yang bahkan aku tidak tahu akan kemana bersama laki-laki yang baru kukenal berapa bulan lalu. sejak Raja pagaruyung, Adityawarman, wafat, aku tidak pernah keluar kota Padang tanpa ditemani keluarga.

Stang motor mengarah ke indarung, pertanda tujuan kami adalah solok dan sekitarnya.

Sekarang aku melawan ritme. Mencoba berpetualang meski dalam hati aku bingung akan bersikap seperti apa. Bagaimana jika dia lelah dan tidak sanggup nyetir. Aku ga bisa bawa motor non-matic. Bagaimana jika dia ngantuk dan butuh istirahat?

Akhirnya naluri induak-induak keluar begitu saja. Aku bercerita tentang ini tentang itu dan semua padanya. Berharap dia tak merasa jadi ‘supir’ dalam tour kali ini. sesekali dia mengingatkan aku untuk tidak menggunjing. Kadar induak-induak menurun.

Saat muluku mulai berbusa, dia bertanya“kok lapeh gitu caritonyo ka abang?”. “picayo je nyoh” just it dan diam.
**B**

Perjalanan berlanjut, dari sekian waktu berjalan kepastian ‘pergi kemana’ kudapati. Doi mau ke kawasan seribu rumah gadang yang ada di Solok Selatan. Perjalanan masih jauh dan aksi-aksi gajeku semakin membludak. Nyanyi ini itu-lah. Lalu ditanya maknanya, aku akan jawab semampunya. Dewasa ini aku sadar, itu adalah jawaban terbodoh yang pernah ada.

foto dari belakang lebih baik.
Entah ini ada dalam perencanaannya atau tidak, kami singgah di danau atas. Danau buatan yang katanya punya kembaran danau bawah ini terlihat lengang. Tak banyak yang kami lakukan di sini mengabadikan gambar. Dan, bagian polos lainnya. Em, bagian polos yang kumaksudkan adalah saat kami –ikut serta- memainkan permainan di taman main anak-anak. Seluncuran khususnya. Naik, kemudian merosot lagi. Naik, lalu turun. Sampai akhirnya kami tersangkut. Pertanda mainan ini bukan untuk umur kami. Kami pasrah dan turun.

Saat itu kami buta. Tepatnya mencoba menutup mata dari semua bocah imut dan lucu yang juga ngantri main seluncuran. -___-“

Tujuan utama masih beberapa jam lagi. Baiklah, power puff girl siap menenmani tuan purnama membelah belantara. Pokoknya kita sampai ke tujuan yang kamu maksud be.

Setelah bertanya kesana kemari, dan kami mulai lelah. Akhirnya jalan Tuhan terbuka. Gerbang ‘Kampung Seribu Rumah Gadang’ ternyata ada tepat di depan kami.
setelah delapan jam, akhirnya nemu ni gerbang.

Tak membuang waktu, kami tancap gas dan tugas si Be bertambah. Memberiku informasi tentang kawasan ini dan latar belakang tujuannya membawaku kesini.

Ehm, kuakui, aku ternganga dengan pemandangan yang disuguhkan. Ini INDAH! SUNGGUH! Kampung yang memang memiliki banyak rumah adat Minangkabau. mungkin tak cukup seribu. Tapi ada disini benar-benar membuat kamu berasa kembali ke masa Rohana Kudus –pejuang wanita minang- masih muda.

Kamu akan merasa benar-benar Minang disini. Tentunya dengan mengulum mentah-mentah beberapa kekurangan yang terlihat.
Pakai efek hitam-putih jadi kayak zaman doeloe bingits.
in nih, pemandangan disana yang patut diancungi ampu. :D

Perjalanan yang memang jalan-jalan. Si be yang juga manusia biasa akhirnya minta sejenak rehat. Baiklah, aku punya waktu wawancara dengan penduduk setempat.

Kamu harus tahu, wawancara tanpa ada ancangan narasumber pasti, sedikit menyulitkan kamu dalam mengarahkan topik. Seperti saat ini saja. Si narsum malah membahas anaknya ketimbang menjawab pertanyaanku tentang kawasan Seribu Rumah Gadang ini. peliknya lagi, saat hati ini sudah berderai karena hasil wawancara -harapan- tak terkantongi, kamu harus segera pulang. Yaaah…. Data yang sangat sedikit untuk bercerita di media. sulahlah, mungkin belum jodoh.
**B**

Kami telat makan, alhasil, bang merek rokok sakit perut. Padahal perjalanan pulang masih sekitar berpuluh kilo lagi. Kami masih di Solok Selatan. Belum merangkak keluarnya. Apa akal?
Mujurnya ini bisa diatasi. Lalu pulang.

Perjalanan pulang yang tak seindah ngalau sianok. Hujan Gerang menggetutus menngunci kami di jalan. Sesekali aku harus turun dan berjalan kaki, bukan aku ngambek. Tapi banyak badan jalan yang diperbaiki di sini.

Setelah memakai peranti anti hujan. Aku ingat. Dia –Be- mencemooh jaketku yang mungkin tak berfungsi menghalau dingin. Kukerahkan semua pendapatku tentang baju yang sudah kubawa menyebrangi selat sunda ini. sungguh dia mampu menyelamatkan aku dari dinginnya level 5 Air Condisioner bus 04 UNP.

Aku yakinkan dia bahwa dengan pakaian ini aku akan baik-baik saja. Dan aaah, tak disangka tak dinyana, pria itu mengeluarkan sweater putih, tebal dan langsung di pasangkan. Mengatup rapat pertahanan opini hamba. But, MAKASIII..

Cerita berlanjut dengan sepasang cucu Adam membelah hujan. Ah, tentang hujan. Kami punya banyak kisah menarik tentang hujan. Mungkin komunitas Hujan Malam Minggu  perlu rujukan ini. Hujan tak pernah memberi kami kesempatan menikmati perjalanan dengan sempurna. Selalu saja, jika kami ada janji, Hujan akan ikut ambil bagian.

Untuk komunitas Hujan Malam Minggu, mungkin perlu bertanya pada tuan Surya Purnama. “kenapa setiap kamu menggunakan stelan jeans Dongkeer T-S-B selalu turun Hujan?”

:D

Untuk semuanya di hari itu dan hari setelahnya, TERIMAKASIH Be.

Selasa, 07 Oktober 2014

Teruntuk B... #2


 move up
Caranya, adalah dengan mempercantik diri dan menikmati hidup tanpa masalah. Deal, tidak pacaran lagi. Trauma sudah, jika memang akan ada kumbang lain yang hinggap. Akan kuuji dengan berbagai macam cobaan dulu. Aku takut kembali pada lembah kegelapan lalu. L

Hamdalah wasyukurillah, Ganto-ku selalu menjadi rumah yang menghangatkan. Yah, kesibukan disini menyelamatkan aku dari kepikiran jomblo.
Ulang tahun Ganto ke 24. Seluruh elemen diundang. Api, air, tanah, dan angin. Mereka akan menyaksikan persiapanku menuntaskan acara malam ini. aku dan bang cua kembali berkomunikasi. Dan malam ini dia berjanji akan datang. Tapi kenapa ini? sudah pukul 9 lewat, si keriting belum menampakkan batang hidungnya. Kamu dimana???
Sampai aku menyatakan kekesalanku pada seorang abang. “kalau sampai bang cua ndak tibo bang, ndak ka pi sapo-sapo do.”
Lalu seorag rekan LPM SK membisikkan –tepatnya mengatakan- bahwa cua dalam perjalanan. Heheh, aku berdehem ‘kuharap kamu orang yang tepat janji bang cuwa’.
Lalu bang merek rokok datang dengan kuda sembrani merek Supra 125-nya. Ehm, kalau tidak salah waktu itu aku girang. Sekalipun acara sudah usai, lelaki bersebo merah ini kupaksa masuk. Setidaknya ikuti prosesi makan bersama. Dia menurut walaupun sebelumnya terjadi adegan tarik menarik –yang ini lebay-.
Usai menyantap nasi dengan sambal teri khas Ganto. Kami berfoto ria. Dasar cua yang pelupa. Doi kehilangan kunci motor dan seruangan panik. Sang kunci akhirnya ditemukan oleh seorang tuan rumah.
ini potret perdana dengan rona malu-malu dari hamba.
Gebyar berakhir dan kami pulang.. kehariban lelap masing-masing.
Esok pagi,kami masih menjamu tamu istimewa. Haswita al adawiyah yang merupakan tamu LPM STAIN Batusangkar. Darinya kuketahui si abang merek rokok titip salam untuk aku yang belum mandi. Heheh, salam balik.
Sedikit tersipu menyambut titipan salammu, heheh, maklumlah. Setelah itu hubungan  komunikasi Via Esemes makin gencar. Hingga pada suatu sabtu yang suram kita berencana menghabiskan seperempat malam bersama. Kamu jemput hamba ke sarang hamba di UNP sanah. Yah, waktu itu aku ingat betul kamu menggenakan baju kaos putih. Putiiiiih sangat. dan manusia urakan seperti saya tampil dengan cardigan ukuran XL nya.
Mendaki tanggul lewati MKU, hamdalah lampu air tawar dan sekitarnya pudur  sudah. Macet menjelma badan jalan MKU. Nah, kita yang ingin bersegera menikmati nge-date mencoba menerobos jalan dan nyelip. Eh bukan, lewat jalan pintas yang belum tentu pantas. Jalan setapak di dekat rumah warga kita lalui. Dan kamu pasti ingat, itu bukan jalan murni. Itu GOT.  Kaki kita tergelincir dan kita terjirambab. :$. GOD….. -___-*

Mencoba cool dan naik  sendiri berniat melarikan diri dari kawasan ini. “hamba sudah kotor Tuhaaaaan…” hahaha… ini pengalaman TER-TER yang pernah ada. baju putih kamu berubah warna, sandal kamu putus dan kita harus membelokkan motor ke kossan kamu.
Bisa dikatakan kita baru kenal. Jadilah aku membersihkan diri diluar saja. Em, di mesjid dekat kossan kamu. Dengan perasaan bersalah, aku minta maaf. Kencan kita batal.
Besok, besok, dan besoknya lagi aku tak pernah mau kita membahas jatuh ke GOT tersebut. Ada sedikit rasa menyondak-nyondak dalam dada ini. entah ini yang dinamakan karma atau bagaimana. Tapi karma atas apa?
***
Telepon genggamku yang bisa diseret atas bawah berbunyi. Dari nada yang diutarakannya sudah jelas pesan itu dari kamu. Hari ini kita memang ada janji, pukul 4. Katamu ada yang akan kita bahas. Sekalipun belum diberitahu, aku sudah paham. Sumpah, ini adalah bagian cerita yang sangat aku benci. Saat kamu harus mendesak aku untuk menjawab sesuatu yang belum kuputuskan. Berkali kucoba memberi jawabanku padamu dan agar pertemuan sore ini bukanlah pertemuan menagih jawab. Tapi masih tahap perkenalan.

Aku masih belum bisa menerima keadaan bahwa saat ini aku dihadapan laki-laki lagi. Sedangkan beberapa hari lalu aku baru memutuskan untuk berhenti mengecap sakit dari kaummu. Haruskah hari ini aku balaskan semuanya? Inikah jalan Tuhan? Apa ini?

Arght..

Akhirnya kamu bersikeras meminta agar kita memang ‘ketemuan’ hari itu. alur kisahnya jelas. Aku akan keras kepala, membentak, berusaha menyadarkan kamu tentang tindakanmu.
Begini, kemarin aku baru saja terpuruk oleh seorang laki-laki. Orang itu menyakitiku sampai aku tak tahu lagi harus berbaik sangka seperti apa pada pria-pria seperti kalian. Rasanya itu terlalu kejam. Kamu jangan memaksaku begini, itu tidak adil untuk kamu dan untukku. Aku takut kamu hanya akan jadi korban emosiku pula. Setidaknya biarkan aku menenangkan hati.

Oh, bukankah rekan sejawatku, miss N, naksir kamu? Kenapa tak dia saja? Atau nona A yang kabarnya sudah kamu incar dari semula bersekolah di sana? Kenapa aku?  Aku ini apalah.
Tapi kamu keras. Kamu berkata akan pulang kampung besok, kamu akan bercerita pada ibumu dan meminta pendapat padanya. ‘terserah,’ begitulah fikirku. Sejujurnya saat itu dalam ruang dadaku ada perasaan yang mengamuk. Entah untuk apa.
Benar saja, sehari kemudian aku mendapati pesan darimu. Isinya hanya ucapan selamat tinggal. Yah, syukurlah kalau kamu memang tak keras kepala lagi.
***

Setelah pelayangan ucapan selamat tinggal beberapa hari lalu, hidupku kosong. Bukan karena telepon genggamku tak berdering lagi. Namun lebih pada, kehilangan. Aku mencoba membiaskan itu. kamu memang masih menyapaku. Dengan nada yang sudah asing tentunya. “oh, jika tahu begini mending dulu kita tak pernah memulai.”

Aku pernah merasakan kecewa dengan pilihanku. Waktu aku memutuskan mencubakan pisau cukur jenggot ke alis mataku. Aku harus meyakinkan diri sendiri tentang cara kerja si pisau cukur. Yah, walaupun aku harus kehilangan SEBELAH alis mata. Kamu tahu? Perasaan saat ini jauh lebih meyakitkan dari pada perasaanku saat itu. walaupun modusnya sama. Aku ingin meyakinkan pribadiku, melihat cara kerjamu dengan menikmati pemberontakan dalam dadaku. Tapi ini jauh lebih membuat terpuruk.

Sesekali aku berharap kamu tak diambil wanita lain. Busuk sekali harapanku itu.
 Seminggu menata kembali tataran yang sempat berubah. Tanpa ada laki-laki lagi. Sehari dua hari mungkin akan galau, tapi di hari ketiga sudah tidak lagi. Bukankah hidupku selama ini masih jatuh bangun juga. Hanya mencoba kuat, itu tak susah.

Tak hanya kamu yang bisa mengadu pada ibumu. Akupun juga mengadu pada ibuku. Tentunya pengaduan kita beda. Yang ku-adukan adalah malangnya nasibku, kenapa laki-laki begitu jahat? Begitulah, yang kulihat hanyalah kesalahan belahan lain. Akhir-akhir ini aku sadar, akupun juga bersalah diatasnya.

pernyataan yang membuat saya terbata. -.-
Ternyata aku tergoda untuk kembali pada tatanan kehidupan,  tepatnya kehidupan sebelum kutata ulang. Sering bercakap jualah pangkalnya. Komunikasi itu telah merambah rasa ragu. Kamu mulai coba-coba memakai panggilan sayang untukku. ‘Hunny’ begitu awalnya. Akupun begitu padamu, memanggilmu manja, atau sekedar ‘hun…’ saja. Haha, panggilan yang malu-malu.  Ini nyaris menggelikan.

buruknya, aku nyaman saja. huhuh...
mungkin akan banyak kebodohan lain yang akan kulakukan untuk ini. heheh, nikmati saja.

Teruntuk B.. #1



PERTEMUAN
aku ingin bertanya sekali lagi padamu be, apa yang kamu rasakan sejak pertama kita bertemu? adakah kamu merasakan cinta dari semula? Seingatku, kamu adalah orang yang menebar kata sayang kemana-mana waktu itu. coba ceritakan lagi padaku tentang semuanya.

kita dipertemukan dalam asosiasi yang bersekre di tempat singgahmu dulu. Namanya ASPEM Sumbar, ini kali kedua ASPEM ultah. Dan ketua pelaksana kongres meng-amanah-kan tanggung jawabnya padamu. Kamu tahu? Waktu itu aku tidak mengenalmu. Sekalipun jabatanku adalah loper Koran kampus(ku). Wajahmu tak terdeteksi olehku. “kamu anak mana?”
setelah diberitahu bahwa yang mengepalai acara ini adalah kamu, dan melihat kamu yang lumayan penyapa –walaupun belum menyapa aku-. Aku mulai merasa nyaman dengan rapat, rapat dan rapat yang kita jadwalkan.
pernahkah kamu berpikiran kita akan lebih jauh dari sekedar rekan panitia?
Eh iya, waktu itu kudengar namamu Surya Purnama. Dan aku menyimpan baik-baik namamu dengan menyetarakannya dengan nama rokok. Biar tidak mudah lupa. Bang surya. Atau jika aku mulai lupa, aku akan bertanya pada rekan yang lain “ee, siapo lo namo abang yang namonyo kayak merek rokok tu ha…”. So simple. Heheh. Tapi ada sedikit kejanggalan terasa. Jika namanya surya, kenapa dipanggil Cua? Ah, mungkin plesetan dari kata’ketua’ jadi  ‘Kecua’. #tampangpolos
Bermodalkan ajakan dari Pemum 2013 yang kekeh membawa hamba rutin rapat kongres, kita mulai berkomunikasi. Sekiranya dan seadanya saja memang. Tak kurasai apa-apa.
Bagiku, saat itu aku adalah gadis yang tidak jomblo tapi sendiri. Pacar lima langkah yang kumiliki menikmati masalahnya sendiri tanpa mendiskusikannya denganku. Jadilah aku menyibukkan diri dengan mangamit ini dan itu. sok sibuk padahal semua kutelantarkan.
Letakkanlah kita semakin rutin bertemu, statusku selaku anak GANTO yang –atas informasi pemum 13- dicap gila makan, aku selalu kamu ledek. Dan untuk ini, hamba berucap terimakasih kepada pemum 13. -,-“
dewasa ini saya nyesek sendiri nengok potret ini. -,-"
Then, hari H datang. Pembukaan kongres di kampus(mu) Unand. Aku pergi lebih dulu, rombonganku yang seabrek akan menyusul. Berbekal baju kemeja merah dan rok putih, aku melesat ke kampus power ranger . dan Masya Allah, aku jadi pemandu lagu kebangsaan pemirsaa.  Pikirku, ini tak sulit, karena dari SD-SMA aku sering mengulangi pelajaran kesenian bagian pemandu paduan suara ini. Sampai akhirnya disaat penampilan satu bait lirik lagu kuhilangkan dengan paksa dan Hamdalah, itu jadi bully-an yang gurih hingga saat ini.
Selanjutnya, kisah kongres berlanjut ke acara selanjutnya. kali ini lokasi yang dituju cukup jauh. ‘Batusangkar’. Selamat menikmati perjalanan….

Waktu itu kita tak serombongan. Aku dan rekanku satu bus pula, maklum kami pergi semua. Begitulah, sampai kami menginjakkan kaki di lokasi tujuan. STAIN Batusangkar.
Perkenalan diri malam hari, setelah semua kami dicampurkan di ruangan bernama mushala. Kami diminta tidak duduk berdampingan dengan rekan yang sudah dikenal. Terpaksa hamba memisahkan diri dari kaum hamba dan terbang tinggi kelangit yang biru. Eh bukan, duduk di sela-sela anggota LPM lain. Setelah mencoba beradaptasi dengan lingkungan disana dengan cara salaman, perkenalan diri with nyengar-nyengir. Oke, fix. Aku dapat kawan baru.
Ternyata malam ini begitu panjang, keseluruhan LPM harus memperkenalkan personilnya. Hueleeeh…
Aku tak berharap akan ada yang  menyambut meriah perkenalanku, cukup arahkan mata lelah kawan-kawan kepadaku, itu sudah membuatku merasa diperhatikan. Jangan siksa aku dengan tambahan malu setelah salah memimpin lagu tadi pagi. Oh, ternyata Tuhan memang baik. Suara kamu dari seberang sana menggelegar, menyambut perkenalanku dan kalau tak salah waktu itu kamu mengatakan “itu cewek wak mah..”. ouh, thank you so much. Kamu menyelamatkan saya dari wajah garing.
Dari perkenalan malam itu hamba simpulkan bahwa panggilan si ketua memamng Cua, bukan dilatar belakangi statunya sebagai ketua. So, what I mind about ‘kecua’ is wrong. Panggilannya Cua. Bang Cua.
Dasar hamba yang lagi dirundung galau, selagi ada yang bisa mengalihkan murung dari kehidupan hamba, akan hamba ladeni. Sama seperti saat kamu, dan kita coba saling bercengkrama, berceloteh, dan entahlah.
Seharian tak tidur dan besoknya harus penutupan di Aula Stain Bausangkar. Kamu terlihat sangaaat lelah. ‘Kasihan kamu bang merek rokok’. Tahukah kamu apa yang aku pikirkan saat melihat kondisimu saat itu? rambut urakan, mata merah, pakai jaket berbahan jeans dan baju bola. Terlebih kamu ngomong ngalor ngidul aja. Sayangmu berserakan dimana-mana. “Uuughht, kamu seperi bapak saya waktu muda tuan, jauhkan saya dari lelaki semacam, ini Tuhaaan…”
Pendek kata, acara kongres usai, tidak ada lagi brieving, tidak ada lagi rapat, dan tidak ada lagi begadang di tempat dingin inih.. I’m Freee.. uyay..
Tapi ternyata tidak, kami balik kepadang dengan bus Stain Batusangkar. Oleh karena anggota hamba banyak, jadilah kami diberikan seperengkat bus beserta supirnya. Selain kru Ganto, juga ada alumni kami tercinta, kak sari. Dan bang hen. Eksketua Aspem. eh, wait. Kenapa bang cua mau bareng kamii? Anak polos ga’ boleh berfikiran aneh. “kamu ketua yang baik ternyata bang cua, tidak mau kami pergi tanpa dikawal dan diyakinkan benar-benar sampai di Padang dengan selamat.
Kesalahan anak Ganto yang saya temui hingga saat ini adalah, mereka sulit berbaur dengan orang lain. Jika mereka-wan dan mereka-wati te-es-be sudah sibuk dengan kaumnya. Jangan harap kamu akan diikutsertakan dengan segera. Noh kan, jadi kamilah (hamba dan bang duni) menemani pak supir yang akan berbaik hati mengantarkan kami.
Hamba orang yang panyagan. Melihat bang cua yang menikmati perjalanan dengan tidur dan menutupi wajah, aku merasa tidak enak. Mengingat doi anak yang hyperaktif akhirnya hanya tidur. Ada sedikit perasaan mengganjal disini (nunjuk jidat).
Bukan harusnya bang cua itu manjat-manjat kursi bus atau lari-lari depan belakang. Hanya saja, terlihat nyata kalau dia tidak bisa beradaptasi di sini. Untungnya bus yang ditumpangi rekan sejawatnya berhenti di sisi jalan dan beliau pindah bus. Haah, senang bisa menyelamatkan kamu dari suntuk yang menggelegar bang merek rokok. :D
Kongres usai, dan aku tidak pernah ikut serta lagi dalam rapat pembubaran panitia. Jujur, aku tidak pernah bisa membagi waktu dengan baik.
Aku kembali pada kehidupanku. kembali galau dan kembali uring-uringan dengan yang namanya KULIAH.
Selang berapa waktu, kamu mulai menyapaku lewat jejaring sosial. Taruhlah namanya Facebook. Dan komunikasi kita berjalan pertahapnya. Jujur kukatakan saat itu aku adalah wanita kesepian yang ditinggal mati kekasihnya. Eh, bukan baru di tinggal tanpa kejelasan. So, berkomunikasi dengan kamu membuatku sedikit mengurungkan niat bunuh diri. Hoho. Bukan bukan. Mengurungkan diri untuk bergalau ria.
Apa bahasan chatting kita pertama kali ya be? Aku lupa..
Ah iya, tentang LPJ. LPJ apa yang akan kuhantarkan, kan aku ngga’ ngerjain apa-apa. Dengan rasa bersalah yang teramat dalam aku minta maaf padamu. Lalu kamu katakana “aman pi, si itu mungkin ado mah” heheh. Thank you…
Berlanjut pada komunikasi-komunikasi selanjutnya. saat aku nge-loper ke LPM kamu. Dan saat aku di ciee-ciee kan. Kita saling berbagi cerita lalu saling tertawa. Atau bahkan komunikasi kita mendekati kata Pe-De-Ka-Te. Aku tambah galau disini. Sebagai wanita yang anti di duakan, aku juga tidak mau menduakan. Tapi ini sudah masuk bulan ketiga aku tak diberi kejelasan oleh kekasihku. Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa. Sempat kutanyakan pada seorang rekan yang lumanyun siak perkara ini. dan jawabannya benar-benar membuat aku lega. “apabila kamu sudah tidak dinafkahi secara lahir dan bathin selama tiga bulan, maka status kamu bukan milik dia lagi.” Begitulah kira-kira katanya.
Sumpah, waktu kamu ke kampus aku untuk membahas Program kerja divisi masing-masing kita waktu itu, ada semacam perasaan berkecamuk. Antara meng-iya-kan dan menganggukkan. Tapi calm, yakinkan hati dulu.
***

AKAD

Dua puluh tiga juni duaribu delapan belas, pukul empat belas lewat sedikit di Kampung tanjung nomor empat delapan. Suara “SAH..” meng...