Rabu, 29 Oktober 2014

se-bulir masa lalu




Usai-mengusai jadi hal yang menyenangkan belakangan ini. membuka-buka diary lama dan menemukan hal yang membuatmu berkata “saya dulu kok gini ya?”. Begini, salah satu fenomena unik dari sekian kisah yang tersisa semasa kejayaan putih abu-abu adalah saat kamu mulai sadar bahwa  kenangan dan sejarah itu beda.
Sehubungan dengan berakhirnya pertalian dua insan, sebutlah namanya siti rohani dan lareh simawang, siti rohani tidak mau lagi menjamah yang namanya kata ‘cinta’. Siti rohani yakin dengan perbincangan terakhir dengan lareh simawang yang mengukuhkan bahwa “kita akan sama-sama menjadi dewasa”. Yah, target siti rohani kala itu hanyalah jadi dewasa dan mencoba paham.
Pupusnya kisah cinta yang katanya ‘sampai kita mati’ cukup membuat terpuruk. Maklum, menjadi pasangan di berbagai bidang membuat siti rohani dan lareh simawang merasa klop. Tapi tidak di bagian ‘paham’. Si cewek selalu meletakkan cowok sebagai petinggi. Sayangnya si cowok tak pernah bisa merasa tua. Mungkin karena selisih umur yang hanya Sembilan hari. tapi akhir-akhir ini si cewek sadar bahwa, hal tersebut terjadi karena pengendalian ego yang sama-sama buruk.
Dikarenakan hal diatas, siti rohani yang tak lain adalah hamba, bersikukuh tak mau dikotori otaknya oleh ‘cinta’. Saat si Lareh Simawang bisa jadi bintang di tenggara sana, maka hamba akan jadi bulan di timur sini. Itu prinsip. Alhasil, hamba benar-benar tak memiliki rekan laki-laki di semester awal sekolah (waktu itu di sms nulisnya Cikulah). Tapi tak apa, memiliki rekan buktinya, beberapa kejadian menimpa hamba dialasankan bakat mada yang hamba warisi.
Begini,
Pelajaran olah raga dilakukan di GOR H. Agus salim. Nah, pulang dari sana kawan hamba, namanya Lia. Doi baru perdana kesini. Pas pulang si Lia panik, celigak-celinguk nengok ke ujung jalan. Kami yang mulai risih nengok si Lia muter-muter nggak karuan mulai bertanya, “lia nyari apo?”. Dengan polosnya dia menjawab, “iko ha, angkot merah kok ndak ado Nampak yo?” hahahahahahahahahahaha #ngakak barek
aduh ya, disiko ma ado angkot merah lewat, yang ado Cuma biru, habis tu nyambung di siteba.” Jelasku masih ngakak. hoho, ini perdana aku nengok anak Padang yang tak tahu ke-Padang-an-nya.
Sejak kejadian itu si Lia jadi bahan bully di sekolahan, maklum, cimeeh  adalah budaya yang membumi di sekolah ini. Tapi ternyata Lia kurang dewasa menyikapinya.
Pagi suatu hari, satu minggu usai kejadian Lia nunggu angkot merah, waktu itu kamis, Lia piket kelas. Masih saja Lia menjadi bahan tertawaan anak lokal. Lia marah lalu ngebanting kursi-kursi lokal. Hamba yang ada di lokal dan kebetulan wakil ketua kelas, mencoba menenangkan suasana dan berniat bicara dengan Lia.
Tiba-tiba Reni Naomi mucul begitu saja. Seolah nembus dinding salah satu sisi ruangan, entah sisi yang mana. Reni adalah manusia anti kekerasan paling akhir versi on the shoot. Reni yang punya badan besar menghalangi hamba bicara empat mata dengan  Lia.
 alah lu, jan sakiti juo Lia lai…. Kalian jaek mah (sambil rentang tangan)”. Aish, hamba  paling ogah nengok manusia sok jadi pahlawan. Lha, bukannya  yang paling kenceng ketawanya pas ngejek lia kemaren mah dia.
Reni, cewek bertubuh kekar rajin pake sepatu bola beserta kaosnya ini terkenal selalu berfikiran human interest. Paling nggak mau orang lemah (baca teraniaya) dipojokin. Alasannya “pengalaman wak lah banyak takah itu.”
Melihat  si reni sudah berubah jadi cat women, rekan kelas X1 merasa terpanggil untuk menambah bully-an. Dan reni dengan tegas membela lia dengan mengucapkan berbagai petitih islam dan adat yang dia tahu. Ahm, mungkin saat itu reni belu tahu defenisi bercanda. Akibatnya, bukannya menghentikan perseteruan,  rekan hamba yang lain makin semangat ngerjain si lia, tapi orientasinya lebih ke Reni.  Akhirnya si reni yang doyan menggenakan rainbow tank top  nangis.
Tak hanya nangis, Dia juga ngamuk. Ngambil sapu lalu melakukan aksi pengejaran pada oknum yang menertawakannya tadi. yep, oknum te-es-be adalah kami. Bayangkan, satu lokal di kejar-kejar sama sapu keliling lapangan sekolah. Hahaha, jaman ini hamba masih labil sangat-sangat ababil labil.
 sosok Reni marah hanya bisa diilustrasikan.
Anehnya, yang di tuduh mengepalai pemberontakan dari front lokal adalah hamba. Si reni tersedu-sedu di jalan dengan sapu ditangan sambil teriak-teriak, “nopeeeey, kasiko capek!! Tanggung jawab lah!!!” lah? Kok hamba sahaja? Kan hamba Cuma bantuin nge-bully, eh bukan Cuma mau ngomong baik-baik dengan  korban dampak cimeeh.
Aduh… berhubung suara si reni menggema dan bernada vales, seisi kantor guru-kepala sekolah terbangun. Kepala sekolah yang lumayan hafal wajah hamba melayangkan pandangan ke  arah pandangan reni. Hamba yang (masa itu) takut sama bu kepsek mencoba menyembunyikan badan. Yah, walaupun akhirnya  hamba diseret kepala sekolah dengan lembut. L ternyata meja kedai lontong Mak Ilih tak bisa menyembunyikan badan hamba.  Kenapa hanya hambaaaa…..dasar Reni >,<
Introgasi dimulai. Dengan menyatakan kebenaran dan kronologis peristiwa, bu kepsek berhenti menatap hamba. Tersenyum lambat dan membuka kaca matanya. “hahahahahahaha, kok sampai kayak itu Lia?” tiba-tiba bu kepsek memecah keheningan. Suasana mulai cair setelah bu kepsek mengusulkan opsi damai.  Jadilah hamba diminta mendamaikan masyarakat kelas.
Dan taukah kamu…
si reni tak mau menyambut niat baik kami untuk berbaikan. Doi menghendaki perang dingin. Dikarenakan  mengemban amanah dari kepsek untuk mendamaikan, akhirnya hamba berinisiatif mengakhiri perang dingin ini.
Esoknya Hamba  ke sekolahan pagi-pagi (waktu itu paginya sekitar jam lapanan) sambil bawa lollipop yang biasa menyumpal mulut reni di saat suka dan duka. Dugaan  hamba benar,  si reni sudah duduk manis di dalam lokal dari jam setengah tujuh. Lambat-lambat hamba mendekati dia, berharap doi tak mengaum ataupun nyakar. Perlahan dan lambat-lambat. “ren….” hamba mengulurkan tangan kearah reni yang lagi sibuk nguntit pantat semut depan lokal. “apo ko?” reni ketus, “lauak mah, ko ha permen untuak reni, opi mintak maaf mewakili kawan yang lain. “ mencoba masang tampang baik. “ (mata berkaca-kaca) opeeyy….. reni minta maaf lo…” AK, alur selanjutnya di crop. Mual kalau dipaksakan menuangkannya dalam tulisan.
Pokoknya, ending cerita ini adalah berubahnya Reni Naomi yang biasa pakai sepatu bola beserta kaosnya, setelah itu Reni Naomi yang lebih peminim dengan sepatu balet. Walaupun kaos bolanya masih nempel. Doi sudah tak ngamuk pakai sapu  (ganti pakai parang). Dan, hamdalah, setelah itu reni sudah lebih manis dalam, bacaran.
Baiklah, itu sepenggal kisah tentang sikap manis hamba saat SMA.
**O**
setumpuk kertas dengan sumber entah berantah
Setelah mengobrak-abrik dokumen dan album lama. Mulanya hanya berniat menata arsip kenangan sesuai dengan pemiliknya saja. Kalau sesuai urutan tanggal, penyusunan kisahnya susah. Jadilah hamba menata-nata kertas kumal dengan berbagai lipatannya.
Beragam jenis goresan tangan dan rupa potret manusia terangkum disini. Perdana hamba mencicip yang namanya pesan tulis tangan dari samwan adalah tanggal 19 januari 2008 dari oknum berinisial W. isinya “jam 2 depan 3.1” . Kemudian disusul gambar-gambar naruto hinata. Berhubung si W pencinta naruto hinata, hamba terpaksa  turut serta suka. Dan mengungkapkan kata-kata “gambarnyo ancaak, lagi laah..” lalu dibalas dengan usapan lembut di jilbab. Yeh, Naruto… sekarang pun hamba masih (harus) menyukainya.   Ada pula kertas surat warna Pink dalam kondisi dilipat manis jadi bentuk love . kalau tak salah ingat, lirik lagu ini  disadur dari puisi yang hamba buatkan. Maklum, jaman itu nge-Band lagi trend. Selanjutnya beberapa puisi manis, dan surat  yang bukan hanya dari si W.
W adalah satu sosok masa lalu yang membuat hamba harus mengambil sikap melawan aturan yang dibuatkan Uda Jon, sepupu laki-laki tertua. Saat ini W berstatus teman hamba. W setipe raffi ahmad. Pencinta wanita yang lebih tua. Menurutnya tua itu dewasa.  Sebagai teman yang baik, hamba mendukung W. yeh, walaupun tiap kali W ngadu masalahnya, hamba bergumam sendiri “tua belum tentu dewasa W.”
Ada sepucuk dua pucuk surat dari Pak Rudi. Hohooo. Pak rudi is guru pesantren kilat yang hamba taksir. Selama ada pak rudi, tarawih hamba penuh di mushala te es be. Tapi kalau pak rudi pulang kampung, hamba mojok di samping pedagang sate. Sedikit malu membacanya. Surat itu berisikan petuah-petuah pak rudi kepada hamba. Soalnya pas hari terakhir pesantren, pas sesi penulisan kesan dan pesan, hamba mencurahkan semua-muanya. Bayangkan, anak lain pakai kertas buku tulis bintang obor, lha, hamba pakai dobol polio. Keren kan?
Yang hamba tulis tak banyak. Cuma… “saya suka cara mengajar bapak. Apa triknya? Apakah bapak mengajar dengan menebar cinta? Menurut bapak cinta itu seperti apa?” pertanyaan polos dari seorang murid SMA kelas sepuluh.
Ternyata meski kesan dan pesan tak diterakan nama penulisnya,  pak rudi paham dobol polio milik siapa (wong yang pake dobol polio cuma hamba). Beliau membalasnya dengan dua lembar binder dan isinya penuh depan belakang. seputar sabda nabi. Terakhir hamba mendapat kabar babang rudi, eh pak rudi, sudah berkeluarga dan jadi guru yang baik di keluarganya. Selamat dan terimakasih bapak.
Juga ada puisi cinta dari manusia berinisial A. ah, sampai si A wafat dua tahun lalu,  hamba tetap di bully dengan puisi dia yang diperuntukkan pada hamba. Semula puisi itu diserahkan (katanya) supaya diberi penilaian. Setelah dibaca eh ternyata dicantumkan kalimat peruntukkan. Hoho.
Hamba tak pernah membalas puisi si A. puisi pengidap minder akut  hamba rasa. Mana mungkin hamba menuruti permintaan A yang mengalasankan malu untuk satu hal. Dan hamba yang diminta melakukannya.
Makanya tiap kali pas-pasan selalu ada kalimat seperti ini terlontar darinya atau dari rekannya “pi, tembak A pi…”.  Atau “tarimo selah A pi…” Cara yang terlalu memaksa bro…
Lipatan surat terakhir adalah dari nona Wahida Nia Elviza. Nia menyertakan sepucuk surat dalam kado ulang tahun yang diserahkannya tanggal 141113 lalu. isinya yang panjang bisa di simpulkan dengan satu frasa saja. “tetaplah jadi kawanku”. Oke siip nona nia.
Sejarah memang bukan untuk dilupakan. Tapi untuk dipelajari. Kita bisa saja terpuruk kalau kita memposisikan sejarah pada status kenangan. Karena saat kita mengingat masa lalu dengan memposisikannya pada kata kenangan, akan ada seulas perasaan menyertai pandangan kita. Dan saat kita memposisikannya pada kata sejarah, akan ada otak yang berfikir tentang “bagaimana baiknya”.
Sejarah adalah masa lalu. dia terpaksa menetap di tahunnya ulah perbuatan bumi yang terus memutar kalender. Saat sejarah berwarna gelap, orang yang berkepala abu-abu juga akan mencapnya gelap. Atau orang yang hatinya berbintik hitam menjatuhkannya sebagai masa suram. Sebenarnya tidak selalu demikian. Ada titik-titik terang yang ada di dalamnya. Tergantung cara kamu memandang.
Saat kita menutup mata bisa saja kita berlari-lari di tempat yang kita mau. Maksudnya, kita bisa memimpikan apapun. Tapi saat kita membuka mata, kita harus siap dengan kenyataan dan pernyataan bahwa inilah hidup. saat kamu tanya mengapa begini, memori kamu akan menjawab dengan awalan ‘karena’ dan mulai memutarkan potret masa lalu.
Karena sejarah adalah hal yang telah terukir, maka sekarang saatnya kamu mengukir. Silahkan ukir dengan berbagai liku pahatan unik sejarah hidup kamu. Dan nikmati sensasinya usai pertunjukan, oh bukan, setelah kisah itu berlalu.
begini gambar di dinding kamar tersebut

setumpuk surat dari tangan entah berantah
baiklah, yang tadi adalah beberapa bulir kisah klasik menuju hari ini. dan saat ketikan kalimat barusan sampai, saya melengokan pandangan lurus kedepan. kemudian secarik kertas yang tertempel di dinding kamar berisi wajah sepasang orang membuat saya kembali sadar, sekarang 2014. dan sekarang saya menikmati proses menuju masa selanjutnya. selamat kembali berjalan... :)

AKAD

Dua puluh tiga juni duaribu delapan belas, pukul empat belas lewat sedikit di Kampung tanjung nomor empat delapan. Suara “SAH..” meng...