Jumat, 25 Januari 2013

terimakasih mak,



Teruntuk emak yang sudah mengizinkanku mengecap hidup,
Mak, terlalu berat jika aku harus menulis semua hal tentangmu dan tentang kita di lembar kumal ini. banyak sangat cerita yang membuatku berhenti menulis lalu menangisi tulisanku. Semuanya kita lakukan bersama mak, tak ada yang kulalui tanpa namamu didalamnya. Mungkin jika tulisanku dikaji segi estetikanya akan bernilai C. terlalu melimpah namamu disana. Tak indah jika ditelaah. Tapi itulah, tak mampuku menyiratkan pada pembaca betapa engkau, engkau dan engkau yang selalu ada dibalik semua alur hidupku.
 
Mak, kenapa tak bilang dari dulu kalau hidup ini keras?. Kini aku terpuruk lagi mendendam pada waktu yang tak pernah memihakku akhir-akhir ini. benarkah akan selalu ada keindahan usai tangis ini seperi yang selalu kau lagukan padaku?. Aku menanti itu mak…

Mak, maafkan aku….
Dua puluh tahun menjadi anakmu tak banyak yang kulakukan bahkan tak ada. pernah waktu umur ku belum sedewasa sekarang,  aku meminta pada tuhan agar secepatnya mengambil nyawaku. Tak sanggup aku selalu memberatimu dengan semua masalah yang berasal dari ‘aku’. Tapi, seperti yang kau katakan padaku. “tuhan selalu ada jalan terindah untuk kita,” iya kan mak. Makanya aku masih bernafas hingga sekarang. Benar saja. Apa jadinya jika dulu dirimu kutinggalkan sendiri dengan kisah selanjutnya yang keras macam ini mak?. Ampuni kebodohan masa laluku itu mak.
 
Tapi mak…, terimakasih untuk seluruhnya.
Entah apa dan bagaimana caraku membuat terimakasih ini penuh mak. Seluruhnya, apapun yang kau lakukan untukku semua terlalu luar biasa. Hanya aku yang lalai tak bisa mengerti dan paham semua secepat dirimu melakukannya untukku mak. Semua rasa hormatku dan semua rasa cintaku tertinggi sudah kubundel mak. dan ini, terimalah terimakasihku sebagai perwakilannya.

Mak, sekali lagi. Terimakasih atas semua yang telah engkau berikan padaku. Teimakasih telah berjuang melepaskanku dari ruang hitam ditubuhmu. Tempat aku berjanji pada Tuhan dulu. Terima kasih telah menurunkan padaku sifat lembutmu melalui air tubuhmu yang kau sebut ASI. Nikmat hidup ini kumulai dengan nikmat yang kau beri itu mak. Terimakasih telah mengajariku menjadi gadis perasa dan mengajarkanku kuat dalam apapun mak. Semuanya sangat-sangat-sangat berarti. Sungguh, tak tahulah bagaimana caraku membuat terimakasih ini nyata mak.
Mak, bolehkah aku sujud dan mencium kakimu lagi?. Izinkan aku kembali menciumi surgaku. 

~terimakasih mak~
                                                                                                                                Tertanda,
Anakmu.

AKAD

Dua puluh tiga juni duaribu delapan belas, pukul empat belas lewat sedikit di Kampung tanjung nomor empat delapan. Suara “SAH..” meng...