Sabtu, 14 September 2013

Takdir, terserah kau!!!




Takdir, terserah kau!!!

Rinai membasahi kota kelahiranku kala itu. suara “tess…” terdengar jelas dari aspal jalan yang sudah mengerang pada panas siang hari. Padang memang terlalu panas bulan juli ini. terlebih saat kau mencoba berjalan dari satu tempat ke tempat lain tanpa ada peneduh dikepala. Aku yakin akan terasa sedikit menyakitkan ubun-ubun. Seperti yang kurasakan hari ini.
Siapa bilang aku akan mengeluhkan cuaca hari ini. bukan, aku bukan mengeluhkan cuacanya. Kepalaku memang sedang berdenyut. Memikirkan semua yang mungkin kufikirkan. Terlalu banyak yang kufikirkan, kurasa begitu. Aku sadar tak baik demikian. Tapi bukankah berfikir begini lebih baik daripada harus bertatapan kosong di siang yang mulai memuakkan ini. yah, walaupun kepalaku sedikit tidak terima dan urat sarafku serasa mulai ditarik-tarik.
Apa yang kufikirkan?. Entahlah, ada-ada saja yang kubayangkan. Masa lalu dengan kenangannya, masa sekarang dengan semua masalahnya, dan masa depan dengan semua mimpiku. Mungkin aku pengimaji yang ulet. Aku bahkan bisa menerbangkan khayalan masalalukku ke masa depan. Hingga tersangkut-sangkutlah yang kufikirkan. Kadang menjadi suatu yang tak mungkin kurasa. haha, namanya juga khayalan.
Baiklah. Huruf-huruf ini sudah mulai membuatku geram. Akan kuceritakan sedikit tentang masa laluku.
Saat aku mejalani masa itu terasa begitu manis. Jika kuibaratkan mungkin akan serupa gula balok.kemanapun kau menjilatinya, akan selalu terasa manis. Manis. Manis dan manis. Terbuai jua aku dibuatnya. Hingga aku tak mau membuka mata saat semua hal memberitahuku bahwa aku telah keracunan pada manisnya kisahku.
Aku berhenti menjilat. Hatiku #jiahHATI, mulai dirubungi semut. Hilang sejengkal setiap detiknya. Hingga benar-benar tak ada hati. Jangan berharap aku akan selamat setelah hatiku diraup para pasukan kerdil itu. tidak. Aku tak bisa diselamatkan. Bahkan aku tak lagi meminum kopi dengan gula. “bahkan pahit begini lebih jelas,” keluhku pada cangkir usai meneguk air kopi tanpa apapun itu.
Ah, takdir.. sekarang terserah kau lah. Kunikmati saja.
***
Angin tak lagi malu-malu menampar wajah tak tirusku. Tamparan yang semakin melenyapkanku pada khalayan bodoh tengah hari bolong.
Setelah mulai berbaikan dengan badanku nan sempat ogah berdiri, kutelusuri lagi kisah selanjutnya.
Kau tahu, seekor kucing manis pemalu mendekatiku. Mengeluskan bulu-bulunya padaku. Bulu-bulu yang tak lebat. Tapi kurasakan hangat saat dia mulai mengitari kakiku.
padanan tiga warna di dahi, badan dan ekornya, menyentilku untuk sedikit bergurau dengannya. “kucing manja,” desahku sambil mengelus bulu-bulu teratur dibadannya.  si kucing menggeliat  manja saat tanganku mulai mengelus kepala hingga ujung ekor.  “ah, dasar…”
Lihatlah, matanya. Mata polos yang membuatku tak tahan. Aku ingin melarikan kucing ini saja. Sepertinya aku sudah jatuh cinta pada kehangatannya. Siapakah pemiliknya?. Adakah?. Jika iya, tentu aku akan meminta izin dahulu. Dan kukatakan “tuankah pemilik simanis ini?. dia telah membuatku kembali sadar. Masih ada sedikit hati yang bisa kuselamatkan. Dan izinkan kucing ini menemaniku memperbaiki keadaan.”
Dengar, jika memang ada pemiliknya. Dan aku dilarang memiliki kucing ini, “KULARIKAN SAJA…!!”. Haha, jahatkah?. Tak apa. Nanti kalau kucingnya sudah gemuk, ku kembalikan lagi.
Tapi…
untuk bisa tinggal bersama seekor kucing berparas cantik tentu tak semudah membuat telur dadar. Aku harus menjaga bulu indahnya, biar hangatnya tak berkurang. Aku harus menjaga kesehatannya, agar dia tak cepat mati dan meninggalkanku begitu saja. Agar dia tak malu memilki tuan seperti aku ini.
“Tentu, tentu saja. Semua sudah kuatur. Bahkan sebelum aku bertemu denganmu manis..” kataku. Kuharap kau bersabar. Akupun takkan meyia-nyiakan kamu. Kumisnya mulai naik turun seakan mengiyakan kataku. Hidungmu terlalu pesek, tapi aku suka warnanya. Sayang tak bisa kusapit dengan jari. Bagaimana kalau kuciumi saja. Haha, kucingpun malu.

S I A L….!!
Aku benar-benar jatuh cinta padanya. Sibelang bermata kaca. Apa akalku menyembunyikan perasaan ini?.
Ah, kufikir tak terlalu masalah. Bahkan ibu sangkuriang bercinta dengan suaminya yang menyamar jadi anjing. Lalu apa salahnya jika aku berkekasihkan kucing manis ini?. tak ada yang salah bukan.
“aku yakin, sekitar empat tahun lagi, saat bulan purnama datang, kekasihku itu sudah berubah menjadi pangeran berkuda putih.” Ucapku mencari-cari alasan penguat.
Hai, kau manis. Maukah kau menjadi pangeran untukku?. Kurasa Tuhanpun tak akan mempermasalahkan hubungan kita. Asalkan kau berjanji padaku, jadilah pangeran bermahkota mutiara kelak. Aku berjanji, menemanimu berevolusi. J
***
Terlalu buas khayalanku siang ini. kurasa keadaan mendukung untuk tetap semena-mena pada imajinasi pemburuku. Ya, aku suka berburu. Berburu anggapan. Berburu sisi-sisi lain kehidupan lalu kuceritakan pada dunia tentang apa yang kudapat dari perburuan itu. seperti yang kau baca sekarang kira-kira. Inilah hasil buruanku.
Saat ini aku mulai lelah berfikir. Kepalaku serasa makin ditarik. Belum kumasuki zona masa depan. Lain waktu kita akan bercerita lagi. Mungkin lanjutan cerita tentang si kucing yang belakangan kuberi nama ‘B’. aku tak tahu sejauh mana dia bisa member ide tulisan di laman ini. kita nikmati saja lah, sembari berharap khalayan itu tak umpama bulu simanis yang mudah gugur saat kusentuh.
Haha, B… :D

AKAD

Dua puluh tiga juni duaribu delapan belas, pukul empat belas lewat sedikit di Kampung tanjung nomor empat delapan. Suara “SAH..” meng...